ZONA-DAMAI.COM – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kemendagri dengan Komisi II DPR RI pada 22 Januari 2020 lalu di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Mendagri Tito Karnavian mengusulkan dua RUU sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, yaitu RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Namun dalam RDP tersebut, Menteri Tito secara khusus menyoroti RUU Otsus Papua dan meminta RUU tersebut diproritaskan. Pasalnya, aliran dana Otsus dari Pemerintah Pusat ke Provinsi Papua dan Papua Barat sesuai RUU tersebut akan berakhir pada tahun 2021 mendatang.

Seiring dengan itu, terdapat permasalahan mendasar lainnya yang menyebabkan RUU Otsus Papua menjadi prioritas Pemerintah Pusat pada tahun 2020 ini yaitu dampak dana Otsus bagi kesejahteraan masyarakat Papua itu sendiri. Sejak tahun 2002, Papua mendapatkan dana Otsus dengan alokasi sebesar 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional yang ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dalam perkembangannya, besaran dana Otsus yang diterima Prov. Papua selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2018 lalu, dana Otsus yang direalisasikan bagi Prov. Papua adalah sebesar Rp5.620,85 Miliar.

Sementara itu, dana Otsus bagi Provinsi Papua Barat didapatkan sejak tahun 2008 dengan alokasi yang sama dengan Provinsi Papua yaitu sebesar 2% dari DAU. Sebagaimana Prov. Papua, besaran dana yang diterima Prov. Papua Barat pun selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2018 lalu, Prov. Papua Barat menerima dana Otsus sebesar Rp2.408,94 Miliar.

Selain dana Otsus, Prov. Papua dan Prov. Papua Barat juga mendapatkan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) yang ditujukan untuk membangun infrastruktur di kedua provinsi tersebut. Pada tahun 2018, realisasi DTI untuk Prov. Papua adalah sebesar Rp2,4 Triliun sedangkan untuk Prov. Papua Barat yaitu sebesar Rp2,41 Triliun. Sebagaimana dana Otsus, alokasi DTI bagi kedua provinsi tersebut juga selalu meningkat setiap tahunnya.

Pertanyaanya kemudian, bagaimana dampak dana Otsus selama ini bagi kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat terutama di bidang pendidikan dan kesehatan? Pada bidang pendidikan tahun 2018 Angka Melek Huruf (AMH) Papua sebesar 76,79% yang masih dibawah rata-rata nasional yaitu 95,66%. Adapun AMH Papua Barat lebih baik dibandingkan rata-rata nasional yaitu 97,33%. Sementara itu pada bidang kesehatan, data balita 0-23 bulan penderita gizi buruk di Papua pada tahun 2018 yaitu sebesar 4,5%, sedangkan di Papua Barat sebesar 4,1%. Angka keduanya masih lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata nasional pada tahun 2018 yaitu sebesar 3,8%.

Berbagai data tersebut diatas menunjukkan adanya fenomena bahwa besarnya dana Otsus yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemprov Papua dan Pemprov Papua Barat belum berhasil meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan di kedua provinsi tersebut. Pada titik ini, kita perlu mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana Otsus yang besar itu, kemana saja dana tersebut disalurkan, dan mengapa Prov. Papua serta Prov. Papua Barat belum dapat bangkit menyusul ketertinggalan dari provinsi lainnya meskipun sudah diberikan insentif dari Pemerintah Pusat.

Oleh karena itu, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat, serta meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di kedua provinsi tersebut, diperlukan adanya transparansi penggunaan dana Otsus serta pengawasan berkelanjutan oleh instansi pusat seperti BPK dan KPK terhadap dana Otsus. Dengan demikian, sudah sepatutnya RUU Otsus Papua dijadikan Prolegnas Prioritas 2020, sehingga kedepan masyarakat Papua dan Papua Barat dapat memperoleh manfaat lebih besar dan mampu menyusul ketertinggalan dari provinsi lainnya.