ZONA-DAMAI.COM – Seperti diketahui bahwa vaksin Covid-19 telah tiba di Tanah Air beberapa waktu lalu. Pemberiannya pada masyarakat masih akan menunggu emergency use of authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), yang tentu akan menggunakan kaidah internasional dalam analisis ilmiah mendalam untuk keputusannya.

Di sisi lain kita juga mengikuti berita bahwa Inggris sudah mulai menyuntikkan vaksin Covid-19 pada rakyatnya. Orang pertama yang mendapatkannya adalah wanita berusia 90 tahun. Kita akan ikuti perkembanganh lebih lanjut dari vaksin-vaksin Covid-19 yang ada di dunia, bagaimana efektivitas dan keamanannya serta dampaknya terhadap pandemi Covid-19 sekarang ini.

Proses adanya vaksin Covid-19 bermula dari penelitian dan pengembangan yang amat intensif, yang sudah dilakukan sepanjang 2020 ini. Sampai 2 Desember 2020, data WHO menunjukkan, ada 214 kandidat vaksin yang dalam penelitian di dunia, 164 di antaranya pada fase praklinis, uji pada binatang di laboratorium. Sebanyak 51 kandidat vaksin sudah masuk dalam berbagai tahap uji klinik, 13 di antaranya sudah dalam uji klinik tahap tiga, beberapa di antaranya sudah berproses untuk mendapat EUA dari beberapa negara. Sebagian juga sudah memasukkan data ilmiahnya ke World Health Organization (WHO) untuk mendapatkan emergency use of listing (EUL).

Keamanan Distribusi
Sesudah penelitian dan pengembangan berhasil baik maka proses berikutnya adalah produksi dan distribusi vaksin ke berbagai negara yang membutuhkan. Begitu vaksin tiba di suatu negara maka yang pertama dilakukan adalan proses penyimpanan dan kemudian distribusinya setelah mendapat izin dari Badan POM setempat.

Proses penyimpanan dan distribusi adalah proses yang amat penting dalam rantai manajemen vaksinasi. Izin dari Badan POM bukanlah menunjukkan proses sudah selesai. Tahap tersebut masih harus dilanjutkan dengan penyimpanan dan distribusi serta akhirnya penyuntikan langsung pada masyarakat.

Vaksin tentu akan menghadapi berbagai risiko dalam penyimpanan dan distribusinya, sama juga seperti menghadapi berbagai risiko dalam proses penelitian dan pengembangan serta proses produksinya. Jadi, proses distribusi sama pentingnya dan sama-sama harus dijaga betul keamanannya, seperti juga proses produksi.

Kita sudah mendengar bahwa sebagian vaksin Covid-19 memerlukan penyimpanan dalam suhu tertentu, ada yang berkisar antara 2 °C sampai 8 °C. Ada juga yang harus terjaga di suhu -20 °C sampai -80 °C.

Suhu sesuai jenis vaksin ini harus terus terjaga dalam seluruh proses mulai dari pabrik di negara produsen sampai ke orang yang akan di vaksin yang mungkin tinggal di pulau terpencil di negara tujuan. Mungkin saja jaraknya ribuan kilometer dari pabrik tempat membuat vaksin. Artinya, aspek rantai dingin (cold chain) harus benar-benar dapat perhatian utama.

Masalahnya, tentu bukan hanya jaminan suhu tetap terjaga tetapi juga jangan sampai ada kontaminasi. Jangan sampai tertukar dengan produk lain. Jangan sampai kotak atau petinya rusak, dan lain lain. Sekali lagi, semua proses harus benar-benar terjaga baik sejak dari pabrik, pengiriman dengan pesawat terbang atau kapal laut ke negara pemesan, selama di simpan di gudang di negara itu, didistribusikan di dalam negara itu, disimpan di gudang provinsi/kabupaten sampai ke proses di hari penyuntikan di klinik. Jangan sampai suntikan vaksin dilakukan tetapi isi vaksin sebenarnya sudah rusak karena proses penyimpanan dan distribusi yang tidak terjaga baik.

Beberapa cara kini diupayakan untuk memonitor keadaan vaksin Covid-19 dalam penyimpanan dan distribusinya. Produsen umumnya menggunakan teknologi 2D bar code sehingga dapat selalu dilakukan pelacakan di mana vaksin itu berada dan bagaimana keadaannya, sesuatu yang disebut sebagai traceability systems. Juga ada yang menggunakan kode teknologi QR untuk tambahan akses elektronik pada label dan leaflet informasi yang ada. Ada pula yang menggunakan indikator paparan panas (heat exposure indicator). Juga ada yang menggunakan vaccine vial monitors (VVMs) sebagai metode lain untuk memantau distribusi ini.

Satu hal lain yang juga penting adalah ketersediaan sumber energi cadangan bila listrik mati di tempat penyimpanan vaksin, atau kalau mau lebih lengkap lagi maka tentu harus ada rencana darurat (emergency plan) kalau-kalau ada yang mungkin mengganggu proses penyimpanan dan distribusi vaksin ini. Yang jelas memang harus ada pendekatan sistematik dalam perkembangan memantau keamanan distribusi ini agar vaksin dipastikan tetap terjaga mutu nya sampai ke orang yang harus di vaksin.

Pedoman
Pada bulan November 2020 yang lalu WHO bersama Unicef mengeluarkan pedoman bagaimana distribusi dan perencanaan vaksinasi Covid-19 di suatu negara. Dokumen amat lengkap ini antara lain membahas mulai dari identifikasi siapa saja yang harus divaksin, strategi pemberian vaksinasi, bagaimana menjaga rantai kendali dan memperlakukan limbah dari proses vaksinasi, pedoman memonitor keamanan vaksinasi dan keamanan penyuntikan serta menangani kemungkinan efek sampai dan atau kejadian ikutan pasca imunisasi serta proses surveilansnya.

Dibahas juga tentang bagaimana aspek kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam program imunisasi ini, mulai dari pusat, daerah sampai petugas penyuntiknya di lapangan, bagaimana tentang aspek dana dan anggaran serta aspek amat penting tentang memotivasi penerimaan vaksin oleh masyarakat.

Dalam pedoman ini ditekankan bahwa strategi nasional Covid-19 di suatu negara perlu mengikutkan kegiatan penguatan sistem kesehatan secara keseluruhan. Juga, amat dibutuhkan adanya kerja sama multisektoral dan juga tentu kesepakatan di tingkat nasional.

Anggaran untuk vaksin Covid-19 seyogianya jangan sampai mengganggu angaran pelayanan kesehatan dasar yang ada serta anggaran program imunisasi rutin yang sudah lama berjalan di negara itu untuk menanggulangi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Strategi vaksinasi Covid-19 di suatu negara tergantung dari setidaknya empat faktor. Pertama, karakteristik dari vaksin yang akan dipakai. Karena ada beberapa merek vaksin Covid-19 yang sudah/akan beredar di dunia, dan masing-masing punya spesifikasi yang berbeda maka mungkin perlu dipersiapkan beberapa program distribusinya. Ada juga pemikiran bahwa mungkin saja pemberian vaksin dengan merek tertentu dilakukan di negara bagian/provinsi tertentu dan merek lain di tempat lain. Hal ini untuk mempermudah pelatihan petugas, kesiapan logistik dan kemudahan sistem distribusinya.

Kedua adalah analisis manfaat dan risiko (risk-benefit) dari populasi mana yang akan dipilih untuk divaksinasi terlebih dahulu, beserta tahapannya. Kita tahu bahwa untuk tahap pertama semua tampaknya sepakat bahwa vaksinasi diberikan pada petugas kesehatan dan juga petugas lapangan lainnya. Tahap berikutnya memang masih perlu pembahasan, karena WHO, misalnya, menyebut vaksin perlu diberikan pada mereka yang paling mungkin rentan menjadi sakit. Maksudnya tentu supaya mereka terlindungi dan juga tidak membebani rumah sakit serta sistem kesehatan di negara itu, juga akan berpengaruh pada penurunan angka kesakitan dan kematian.

Ketiga, ketersediaan vaksin yang ada pada suatu waktu tertentu dan bagaimana peta jalan ketersediannya di waktu mendatang. Hal ini tentu berkait dengan kebijakan pembelian serta ketersediaan vaksin di pasar dunia, dan atau produksi vaksin Covid-19 di masing-masing negara. Peran Covid-19 Vaccine Global Access (Covac) juga penting di sini untuk mengatur ketersediaan vaksin relatif merata pada negara yang membutuhkannya. Keempat, kebijakan kesehatan negara secara keseluruhan, tentu dengan dinamika aspek sosial ekonomi di negara itu.