Situs resmi WHO menghimbau kepada masyarakat dunia agar mewaspadai informasi yang mengakibatkan misleading terkait pemberitaan seputar pandemi covid-19. Berikut adalah pemberitahuan resmi yang tercantum dalam situs resmi WHO tersebut :

“As the world responds to the COVID-19 pandemic, we face the challenge of an overabundance of information related to the virus. Some of this information may be false and potentially harmful. Inaccurate information spreads widely and at speed, making it more difficult for the public to identify verified facts and advice from trusted sources, such as their local health authority or WHO.”

Dari himbauan WHO, dapat dilihat bahwa terdapat banyak informasi palsu yang berpotensi membahayakan masyarakat terkait pandemi covid-19. Fenomena misleading informasi tersebut juga terjadi di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) juga melaporkan adanya informasi palsu atau yang biasa disebut hoax beredar.
Beberapa contoh hoax yang beredar seputar terkait pandemi covid-19 diantara seperti pembagian pulsa gratis selama pandemi, lebih mudah terinfeksi covid-19 setelah divaksin, vaksin sinovac sebenarnya ditujukan untuk ayam, vaksin sinovac barcode aslinya ditukar serta hoax lainnya yang beredar dimedia sosial maupun media massa.

Kominfo sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memberikan sanksi tegas kepada pelaku penyebar hoaks terkait COVID-19 dengan denda hingga 1 miliar. Pelaku penyebar hoaks termasuk dalam tindakan hukum, sehingga dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pada pasal 45A ayat (1) UU ITE disebutkan, setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.