Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan yang merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia menyebutkan bahwa orang dengan paham radikal yang sebelumnya bergabung dengan HTI dan FPI membutuhkan inang atau naungan. Hal ini diperlukan karena mereka perlu media untuk tetap eksis sambil melakukan propaganda untuk mencapai tujuan ideologinya.

“Selama pemerintahan Presiden SBY, kelompok HTI dan FPI dibiarkan bebas bergerak, bahkan terjadi beberapa kali aksi kekerasan dan propaganda untuk mengganti sistem negara menjadi khilafah. Namun, saat ini Presiden Joko Widodo dengan tegas mengambil sikap untuk melarang dua organisasi tersebut,” ujar Ken Setiawan.

Selain itu, Ken Setiawan menjelaskan, selain HTI dan FPI juga terdapat kelompok-kelompok radikal yang masuk dalam daftar organisasi teroris. Salah satunya kelompok trans nasional Ikhwanul Muslimin.

Menurut Ken Setiawan, eks HTI dan FPI serta jaringan Ikhwanul Muslimin ini yang sangat perlu dipantau lebih serius karena kekuatan jaringan dan aktivitasnya cukup masif.

“Kelompok-kelompok yang sudah dilarang tersebut diduga kuat ikut aktif adalam aktivitas politik, termasuk unjuk rasa skala nasional di Jakarta dan tempat lainnya. Ini karena ada kebutuhan dari kelompok politik untuk menggalang massa, dan kelompok tersebut juga butuh momentum untuk eksistensi dan logistik,” pungkasnya.