Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara resmi dibubarkan oleh pemerintah pada Juli 2017 lalu melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 (Perppu Ormas). Dalam Perppu tersebut, pemerintah menghapus pasal terkait mekanisme pembubaran ormas, seperti yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas, yang menjelaskan bahwa proses pembubaran harus melalui pengadilan. Sehingga melalui perppu tersebut, pembubaran ormas HTI tidak lagi memerlukan proses pengadilan.

Hasil Peppu Ormas tersebut diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak seluruh gugatan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas keputusan pembubaran ormas HTI oleh pemerintah. Dengan demikian, HTI tetap dibubarkan sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Terkait pembubaran ormas HTI, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) telah melakukan survei mengenai pendapat masyarakat terhadap ajaran khilafah serta pembubaran ormas HTI. Jejak pendapat menunjukkan kurang dari 10% penduduk Indonesia yang setuju terhadap pemikiran untuk mengganti dasar negara Pancasila dan UUD 1945 dengan khilafah, seperti yang dicita-citakan kelompok yang menyebut dirinya Negara Islam atau ISIS dan juga oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Melalui survei tersebut juga diperoleh data statistik bahwa mayoritas responden mendukung langkah pemerintah untuk membubarkan kelompok HTI.

“Hanya 9,2% yang ingin mengganti NKRI dengan khilafah atau negara Islam yang bersandar pada Al Quran, sunnah, dan tafsiran ulama tertentu,” ujar Saiful.