Masalah terorisme dan radikalisme hingga kini masih menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Kedua hal tersebut muncul dan terus terjadi sejak kejadian Bom Bali I. Tiga serangkai bomber Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudara menjadi terkenal sebagai pelaku hingga mati di depan regu tembak. Kemudian kelompok teroris Doktor Azahari dan penggantinya Nurdin M Top juga menjadi orang yang paling dicari. Kelompok ini juga menjadi perhatian dunia karena memiliki jaringan dengan kelompok Al Qaeda atau Jamaah Islamiyah.

Namun sesungguhnya dalam catatan sejarah Indonesia, bahwa radikalisme dan terorisme sudah ada sejak lama sejak masa perjuangan revolusi dan kemerdekaan, seperti pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, Daud Beureuh di Aceh, Kahar Mudzakar di Sulawesi dll.

Periode berikutnya aktifitas radikal dan teror adalah pembajakan pesawat garuda oleh kelompok Imron CS, penyerangan Polsek Cicendo, kasus Haur Koneng dll menghiasi sejarah berita-berita dan kasus teror di Indonesia.

Pada intinya kelompok mereka ini ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain yakni penerapan Syariat Islam, namun dengan melakukan kekerasan dengan dalih jihad melaksanakan ajaran agama.

Pasca reformasi tahun 1998 dengan runtuhnya orde baru, kelompok-kelompok harakah (pergerakan) yang sebelumnya melakukan kegiatan secara sembunyi dengan metode melalui kajian kelompok usrah atau halaqah pada akhirnya muncul ke permukaan. Salahsatu kelompok yang mengusung Syariat Islam dan ingin mewujudkan Khilafah Islamiyah adalah HIzbut Tahrir (HT), yang di Indonesia dikenal dengan sebutan Hizbut Tahrir Indoensia (HTI).

Karena sepak terjangnya dinilai dapat menjadi ancaman dan merongrong NKRI, maka HTI dibubarkan oleh pemerintah pada 19 Juli 2017 berdasarkan Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 yang kemudian menjadi UU Ormas No. 16 Tahun 2017. HTI dibubarkan karena akan menerapkan Ideologi Khilafah. Sistem Khilafah HT/HTI bersifat transnasional, yang meniadakan konsep nation state.

Menkopolhukam Wiranto (saat itu) mengatakan bahwa pembubaran HTI telah melalui proses panjang, dengan melakukan pengamatan dan mempelajari nilai yang dianut ormas tersebut. Keberadaan HTI juga dinilai meresahkan karena berdasar laporan kepolisian bahwa banyak penolakan di berbagai daerah, bahkan memicu konflik horizontal antara masyarakat yang pro dan yang kontra dengan HTI.

Selain itu, HTI menolak konsep dan sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia. HTI juga menolak sekulerisme, liberalisme, dan kapitalisme yang menurutnya sekarang ini diterapan di banyak negara, termasuk di Indoensia. HTI hanya ingin penerapan Syariat Islam dibawah sistem Khilafah Islamiyah dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Walaupun HTI sudah dibubarkan, ideologinya masih tetap hidup, karena anggota HTI meyakini bahwa Khilafah itu akan terwujud sebagaimana yang telah diyakini seluruh anggotanya bahwa hal tersebut telah dinubuatkan oleh Nabi SAW. Perjuangan menegakkan Khilafah versi HTI tampaknya masih akan terus diwujudkan karena hal itu diyakini sebagai salah satu ajaran Islam dan telah tertanam kuat di kalangan anggota HT/HTI.

Secara de jure HTI memang telah dibubarkan, namun secara defacto, hingga kini HTI masih eksis dan terus menyampaikan ide-idenya melalui propaganda mewujudkan Khilafah. Upaya tersebut dilakukan melalui berbagai cara dan sarana yang dimilikinya. Ada yang melalui media sosial seperti twitter, facebook, instagram maupun kanal youtube, maupun melalui media online .

HTI menggunakan media online seperti situs-situs dan blog sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan faham khilafahnya. Jika kita mengunjungi situs-situs dan blog yang dikelola HTI tersebut, secara kasat mata kita bisa melihat bahwa konten berita atau artikel yang disajikan sangat kental membawa kepentingan HT/HTI. Bahkan banyak situs yang dikelola HTI menampilkan Amir atau pemimpin Hizbut Tahrir (HT) yakni Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah menjadi nara sumber atau rujukan dalam tanya jawab berbagai permasalahan seperti permasalahan politik maupun keagamaan.

Oleh karena itu walaupun HTI sudah dibubarkan, namun karena aktifitasnya masih menyebarkan faham khilafah, cukup beralasan untuk tetap diwaspadai, karena faham Khilafah sudah pasti akan berbenturan dengan konstitusi yang ada di NKRI

Semoga faham ya.