Bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral Makassar dan di kantor Mabes Polri menguatkan sinyalemen bahwa ancaman terorisme tak surut di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, upaya pencegahan di berbagai aspek harus tetap intensif.

Ancaman aksi teroris di tengah pandemi Covid-19 sebenarnya sudah kerap disuarakan berbagai pihak khususnya aparat keamanan. Penangkapan puluhan terduga teroris oleh aparat kepolisian sejak awal pandemi merebak, kian menunjukkan adanya ancaman itu.

Ancaman pun menjadi semakin nyata saat bom bunuh diri terjadi di gerbang Gereja Katedral Hati Kudus Yesus, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021). Di tengah fokus bangsa menghadapi pandemi, teroris tak menyurutkan niatnya, bahkan mereka memanfaatkannya untuk kepentingan teror. Belum tuntas bom gereja Makassar, kasus Mabes Polri muncul, seolah ingin membuktikan bahwa kelompok teror ingin membuktikan mereka masih ada dan akan terus melakukan aksinya sewaktu-waktu.

Tren terorisme di Indonesia sejak tahun 1980-an cenderung fluktuatif. Aktor atau kelompok pelaku serangan terorisme di Indonesia bukan hanya didominasi oleh satu kelompok saja, berbagai kelompok yang pernah terlibat dalam serangan terorisme di Indonesia dimulai dari Jemaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Mujahidin Indonesia Timur, yang cenderung berafiliasi dengan Islamic State of Iraqi and Syriah (ISIS/IS).

Dinamika kelompok teror tersebut juga berevolusi dengan mulai menarget perempuan dan anak-anak serta masuk ke dunia pendidikan tinggi. Kelompok teroris sangat licik karena bekerja secara gerilya, sehingga pemberantasan teroris menjadi agenda yang sangat penting, karena tujuannya untuk menjaga kedamaian di Indonesia. Seperti banyak kasus, kelompok teroris ini sangat nekat karena mereka mengorbankan dirinya sendiri sebagai ‘pengantin bom’.

Umumnya pelaku memiliki sistem pergerakkan sendiri-sendiri. Ada yang berkelompok, adapula yang bergerak mandiri (lone wolf). Untuk Lone Wolf, meski bergerak secara mandiri bukan tak mungkin pelaku memiliki koordinasi dengan jaringan dengan skala internasional. Biasanya mereka terhubung melalui internet atau dunia maya.

Jika teroris masih ada di Indonesia, maka akan menjadi ancaman perdamaian. Ketika Indonesia menjunjung tinggi keanekaragaman dengan semboyan bhinneka tunggal ika, maka kelompok teror tak menyetujuinya, karena ingin menerapkan sistem negara berdasarkan keinginan kelompoknya.

Penangkapan kelompok teror menjadi misi penting bagi aparat keamanan, dan pemberantasan teroris amat didukung oleh masyarakat. Karena mereka sangat jengah dengan aksi para teroris yang seenaknya sendiri.

Hal inilah yang mendasari pemerintah gencar melakukan upaya pemberantasan. Sebab, pergerakkan kelompok ini sudah sampai ke lini masyarakat terbawah.
Terkait pemberantasan terorisme di Indonesia, Karopenmas Humas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Argo Yuwono (saat itu) menyatakan, langkah antisipasi terorisme dilakukan dengan mengedepankan sistem preventif strike. Salah satunya, ialah gabungan TNI-Polri akan turun ke bawah berkomunikasi langsung dengan warga masyarakat.

Argo mengatakan pihaknya melakukan soft power dengan mengedepankan preventif strike. Mulai dari bhabinkamtibas dan babinsa serta masyarakat dari tingkat bawah akan di komunikasikan terus agar tak terjadi ancaman teror.Selain itu, Kepolisian RI terus melakukan operasi terhadap pihak-pihak yang diduga sebagai terorisme.

Ali Fauzi eks pentolan Jamaah Islamiyah (JI) mengatakan aparat keamanan dinilai perlu meningkatkan kewaspadaan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, karena menurutnya, potensi ancaman dan serangan teror menjelang Natal dan Tahun Baru. Ali Fauzi adalah mantan instruktur perakit bom di Filipina. Kini ia aktif sebagai Ketua Yayasan Lingkaran Perdamaian (YLP). Dirinya bergerak merangkul orang-orang terpapar radikalisme agar kembali ke pangkuan NKRI.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Herman Hery mendukung Polri mengusut tuntas dan terus mengungkap jaringan terorisme di Tanah Air. Menurutnya, tindakan teroris sangat melukai rasa kemanusiaan dan tidak dibenarkan oleh seluruh umat beragama.

“Saya mengecam dan mengutuk aksi terorisme yang belakangan terjadi di Tanah Air. Saya mendesak Polri untuk mengusut tuntas jaringan terorisme di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut Herman mengatakan, fungsi intelijen juga harus terus ditingkatkan karena penangkapan terduga teroris belum efektif membenamkan potensi aksi teror.

“Saya meminta kepada Polri dan BNPT sebagai mitra kami untuk memperkuat fungsi intelijen dalam mendeteksi kejadian serupa di kemudian hari. Kejar dan tangkap pelaku teror ini hingga akarnya,” katanya.

Senada dengan Herman, Anggota Komisi III DPR, Adde Rosi Khoerunnisa mengatakan berdasarkan data BNPT, jumlah teroris mencapai 6.000 lebih. Hal ini bisa meresahkan dan mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat.

“Saya mendorong BNPT dan Densus terus menelusuri, menangkap, serta melakukan pencegahan dengan menggandeng kementerian/lembaga. Misal dengan Kominfo, agar situs-situs penyebar paham radikal diblokir, sehingga tidak bisa diakses masyarakat,” kata Adde.

Ade menjelaskan, dalam rapat dengan Komisi III DPR, BNPT pernah menyampaikan terkait minimnya anggaran, ia menyatakan Komisi III DPR berkomitmen selalu mendukung setiap kebutuhan baik untuk penangkapan maupun program deradikalisasi.

“Secara pribadi saya mendukung agar pengungkapan jaringan teroris ini diusut tuntas sampai ke akarnya serta pemenuhan informasi yang akurat kepada masyarakat, agar tidak timbul kepanikan,”.

Anggota Komisi III DPR lainnya, Wihadi Wiyanto mengatakan pemberantasan terorisme tidak bisa hanya dengan menangkap tokoh-tokohnya. Pencegahan harus diperkuat, sebab terorisme berkaitan dengan ideologi dan pemahaman yang berbeda.

“Di sini, BNPT harus lebih berperan,” kata Wihadi.

Wihadi mendorong penguatan BNPT sebagai role model dalam pencegahan terorisme. Ia berharap, BNPT bisa memberikan program-program yang lebih mengena dengan dasar Undang-Undang Antiterorisme.

“Tidak hanya penindakan, tetapi pencegahan dan itu ada di BNPT. Instrumennya sudah jelas ada di UU Antiteroris yang baru,” katanya.

Yang jelas masalah terorisme kita sepakat untuk memberantas sampai akar-akarnya. Kita semua anak bangsa harus menjalin persatuan dan kesatuan lebih kokoh lagi, karena teroris sengaja menebar kekacauan untuk memecah belah persatuan. Berperilaku bijaksana termasuk menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama adalah wajib kita kembangkan. Dan terakhir, kita mendukung upaya pemerintahan dalam membasmi aksi-aksi terorisme di negeri ini.