Anggota DPR RI dari dapil Papua yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Willem Wandik, mengatakan bahwa penyelesaian konflik di Papua harus dilakukan secara damai. Wandik menyampaikan, persoalan dan konflik yang saat ini masih berlangsung di Tanah Papua menjadi salah satu fokus perhatian GAMKI untuk dapat diselesaikan dengan pendekatan kemanusiaan dan cara-cara damai.

“Saat ini konflik yang terus terjadi antara sipil bersenjata dan TNI-Polri menyebabkan korban berjatuhan tidak hanya di kedua pihak, tapi juga warga sipil. Kalau kondisi seperti ini tidak bisa kita membuka front perlawanan, menggerakkan massa, ataupun demo terus menerus. Begitu juga sebaliknya, tidak bisa Jakarta terus memobilisasi pasukan non organik karena hal itu tidak akan pernah bisa menyelesaikan konflik di Tanah Papua,” ujar Wandik

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa penyelesaian konflik Papua bukan dilakukan dengan cara militeristik, namun dengan cara dialog damai dan distribusi keadilan sosial, melalui pendekatan kearifan lokal yakni pendekatan budaya dan agama.

“Warga sipil terus dihadapkan kepada kehidupan kekerasan di tengah konflik antara sipil bersenjata dan TNI-Polri. Maka dalam konteks bernegara, kita semua bisa menjadi alat perjuangan dalam rangka menghadirkan keadilan dan kedamaian di Tanah Papua,” tambah Wandik.

Menyikapi fenomena tersebut, Peneliti permasalahan Papua dari Makara Strategik Insight, Jim Peterson, Mengatakan bahwa pendekatan hard approach terhadap konflik dipapua sudah kurang efektif. Implementasi pendekatan hard approach selama puluhan tahun telah menciptakan residu tersendiri bagi rakyat Papua. Sudah saatnya para stakeholder beralih ke metode smart dan soft approach.

Yang perlu menjadi perhatian stakeholder pada saat ini adalah adanya campur tangan asing dalam konflik di Papua. Kehadiran pihak asing, baik dalam bentuk state actor maupun non state actor telah teridentifikasi disana. Hal ini berdasarkan observasi lapangan yang telah dilakukan Jim Peterson selama lebih dari 4 bulan disana. NGO, media asing, lembaga kerohanian maupun organisasi resmi internasional harus bersikap netral dan objektif didalam melakukan kegiatan disana.