JAKARTA – LANGKAH Pemerintah berinisiatif melakukan perubahan terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua atau UU Otsus Papua tidak lain didasari pada pertimbangan untuk memacu percepatan kesejahteraan terutama untuk Orang Asli Papua (OAP). Hal itu setelah pemerintah melakukan evaluasi selama dua puluh tahun implementasi Otonomi Khusus ternyata masih jauh api dari panggang kesejahteraan masyarakatnya. Presiden Joko Widodo menyampaikan dan menegaskan perlunya pandangan baru, cara cara baru dan paradigma baru dalam mengelola Papua.

Presiden juga menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Otonomi Khusus Papua untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan di Papua. Dalam konteks itu bila kita mengikuti perkembangan pembahasan perubahan kedua UU No 21/2001 tentang Otsus Papua di Pansus Otsus DPR RI yang telah memasuki Rapat Panitia Kerja atau Panja antara DPR dan Pemerintah yang dimulai pada 1 Juli 2021 yang lalu ada beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian kita.

Alasan pemerintah, perubahan kedua Otsus ini hanya mencakup tiga pasal, yaitu: Pertama Pasal 1 huruf (a), “Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus”, diubah redaksinya menjadi “Provinsi Papua adalah Provinsi Provinsi di wilayah Papua yang diberi Otonomi Khusus”.

Kedua, Pasal 34 mengenai keuangan penambahan prosentase Dana Otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari platfon DAU Nasional. Ketiga, Pasal 76 mengenai kewenangan pemerintah melakukan pemekaran provinsi di Wilayah Papua tanpa melalui konsultasi dengan MRP dan DPRP maupun syarat–syarat pembentukan DOB seperti diatur oleh UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Realitas dinamika politik Rapat Panja – Pansus Otsus DPR RI itu, menurut pendapat saya merefleksikan tiga hal.

Pertama, perubahan kedua UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua Pemerintah hanya fokus pada tiga pasal yang bertujuan mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua terutama Orang Asli. Oleh karena itu DIM DIM yang dianggap tidak mendukung perubahan ini terpaksa diabaikan. Kedua, hal itu ditunjukkan dengan komitmen dan keputusan Pemerintah untuk menambah prosentase Dana Otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari platfon DAU Nasional. Yang mekanismenya akan diatur berbentuk 1 persen berupa block grant dan selebihnya 1,25 persen secara earmark atau berdasarkan kinerja. Ketiga, percepatan pemekaran provinsi di wilayah Papua seperti yang disampaikan oleh Mendagri pada 27 Juni 2021 dalam Rapat Pansus tentang tanggapan pemerintah atas DIM DPR/ DPD bahwa alasan pemekaran didasarkan pada beberapa faktor yaitu situasi geografis dan isolasi wilayah, kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, serta memperpendek rentang kendali birokrasi pemerintahan dan jangkauan pembangunan dan pelayanan pemerintahan untuk peningkatan kesejahteraan. Hal yang tidak kalah penting, menurut Mendagri Tito Karnavian, aspirasi pemekaran merupakan aspirasi dari elite Papua sendiri agar daerahnya dimekarkan. (*)