Jakarta — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir tidak menutup kemungkinan bakal kembali merampingkan BUMN yang saat ini sudah berjumlah 41 dari sebelumnya 108.

Ia menjelaskan, kebijakan itu sangat mungkin diambil karena BUMN harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini dari masing-masing industrinya.

“Apakah dirampingkan? Dimungkinkan, tergantung dari situasi industrinya. Jadi yess dimungkinkan,” kata Erick di Palembang, Sumatera Selatan, beberapa waktu yang lalu.

Ia menambahkan, perampingan BUMN ini merupakan salah satu langkah strategis dalam proses transformasi yang sedang berlangsung sejak dua tahun terakhir.

Dalam transformasi itu, Erick memangkas jumlah klaster menjadi 12 klaster dari sebelumnya yang sebanyak 27 klaster, yang aman setiap klaster dibagi atas sektor industri yang diemban BUMN.

BUMN dituntut harus terus bertransformasi terutama dalam model bisnis karena negara mengharapkan perusahaan plat merah dapat memberikan pemasukan sebesar-besarnya.

Dalam proses transformasi itu, Kementerian BUMN telah menetapkan lima fondasi yakni perbaikan korporasi dan pelayanan publik, fokus pada bisnis inti, inovasi berbasis digitalisasi, proses bisnis yang baik dan diawali dengan transformasi sumber daya manusia.

“Jangan berpikiran, ini kan perusahaan negara. Jika rugi, kan ada negara yang bantu,” kata Erick.

Hingga kini, Erick mengaku belum puas atas capaian yang diraih Kementerian BUMN. Meski kini, BUMN mampu berkontribusi ke negara senilai Rp377 triliun melalui pajak, dividen, dan bagi hasil.

Selain itu, BUMN juga menghasilkan laba hingga 365 persen atau pada semester I 2020 hanya mencapai Rp 6 triliun, sementara pada periode yang sama tahun 2021 mampu meraup Rp26 triliun

Namun demikian, capaian ini belum optimal jika mengamati aset yang dimiliki BUMN yang mencapai di atas Rp 9.000 triliun.

Erick masih menyayangkan, meski sudah diciutkan menjadi 41 BUMN tapi sejatinya yang memberikan dividen ke negara tetaplah 11 BUMN.

“Tapi apakah yang tidak bisa menghasilkan dividen akan dibubarkan, ya tidak juga karena dilihat juga karena ada juga BUMN yang kerjanya untuk pelayanan publik,” kata Erick.

Ia memberi contoh, PT KAI dan PT Pelni yang tidak mungkin dipaksa untuk meraih untung sebanyak-banyaknya karena sebagian besar kegiatannya merupakan publik service obligation (PSO). (*)