Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PM Singapura Lee Hsien Loong menyaksikan penandatanganan sejumlah nota kesepahaman antara Indonesia dan Singapura. Salah satu yang disepakati adalah penyesuaian flight information region (FIR).

Penandatangan nota kesepahaman itu dilakukan di Bintan, Kepulauan Riau, seperti disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1/2022). Selain soal FIR, ada sejumlah nota kesepahaman lainnya yang disepakati.

Penandatangan nota kesepahaman itu dilakukan oleh kedua menteri dari kedua negara. Dari Indonesia, ada Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menhub Budi Karya Sumadi, Menhan Prabowo Subianto, hingga Menkumham Yasonna Laoly.

Selain perjanjian mengenai FIR, Indonesia-Singapura juga menyepakati perjanjian mengenai ekstradisi. Ada juga pernyataan bersama mengenai kerja sama pertahanan dari menteri kedua negara.

“Kemudian perjanjian ekstradisi, kemudian persetujuan flight information region, FIR dan pernyataan bersama menteri pertahanan kedua negara tentang komitmen untuk memberlakukan perjanjian kerja sama pertahanan. Untuk perjanjian ekstradisi dalam perjanjian yang baru ini masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai dengan Pasal 78 KUHP,” ujar Jokowi.

Selain kesepakatan di bidang hukum dan keamanan, kesepakatan kerja sama Indonesia dan Singapura juga dijalin di bidang ekonomi. Lebih lanjut, Indonesia dan Singapura juga sepakat mengembangkan kerja sama pendidikan dan penguatan SDM.

Dalam keterangan tertulis dari Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Selasa (25/1/2022), Lee sebelumnya tiba di lokasi pada pukul 11.40 WIB dan disambut alunan rebana. Jokowi kemudian menyambut PM Lee di lobi The Sanchaya Resort Bintan.

Setelah itu, Jokowi memperkenalkan para menteri yang turut menyambut, yaitu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Sementara itu, dari delegasi Singapura tampak hadir Menteri Senior dan Menteri Koordinator Keamanan Nasional Teo Chee Hean, Menteri Pertahanan Ng Eng Hen, Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum K Shanmugam, Menteri Transportasi S Iswaran, serta Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Tan See Leng.


Setelah berbincang-bincang, PM Lee kemudian menandatangani buku tamu dan setelah itu, Presiden Jokowi dan PM Lee melaksanakan foto bersama.

Dalam suasana bersahabat, keduanya berjalan kaki menuju veranda untuk melakukan pembicaraan tete-a-tete. Pada pertemuan kali ini kedua kepala pemerintahan mengenakan batik, termasuk delegasi yang hadir.

Penyesuaian FIR
Informasi mengenai penyesuaian FIR itu sebelumnya disampaikan juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati. Adita menjelaskan Indonesia dan Singapura telah mencapai kesepakatan mengenai penyesuaian FIR.

“Pada intinya Indonesia mencapai kesepakatan dengan Singapura terkait penyesuaian pelayanan ruang udara atau flight information region (FIR). Persetujuan penyesuaian FIR menurut rencana ditandatangani di depan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1),” kata Adita, Senin (25/1) kemarin.

Perjanjian soal Ekstradisi
Informasi mengenai perjanjian ekstradisi dengan Singapura juga sebelumnya disampaikan Kemenkumham. Perjanjian ini diyakini bisa bikin koruptor ketar-ketir.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyebut langkah ini sebagai momen bersejarah. Soalnya, perjanjian ekstradisi dengan Singapura sudah lama diupayakan, yakni sejak 1998.

“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly dalam siaran pers Kemenkumham, Selasa (25/1/202).

Ekstradisi adalah penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas dan penyerahan dilakukan oleh suatu negara kepada negara lain dan diatur dalam perjanjian. Kemenkumham menyebut perjanjian ini bakal bikin gentar koruptor dan teroris. Kedua negara sepakat melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

“Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ungkap guru besar ilmu kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.

Selain itu, sambung Yasonna, adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Soalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan, di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat China, dan Hong Kong SAR.