zona-damai.com – Penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi dan gratifikasi oleh KPK berbuntut panjang. Tak hanya dari para pendukung yang sempat turun ke jalan untuk berunjuk rasa membela sang gubernur. Sejumlah spekulasi hingga opini dari tokoh-tokoh senior Papua bermunculan turut membahas perihal kasus yang disebut-sebut fantastis tersebut. Tokoh gereja yang beberapa kali turut serta berpolitik, Socratez Yoman turut memberikan penilaian secara kritis.
Dalam uraian penilaiannya menyebut bahwa para jenderal berbintang didukung oleh Menko Polhukam dan KPK sedang berperang melawan Lukas Enembe untuk kepentingan konspirasi politik tahun 2024. Menurutnya uang 1 milyar ialah uang pribadi Lukas Enembe yang ada di kamarnya, bukan uang gratifikasi. KPK dan Menko Polhukam menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan. KPK juga disebut lembaga yang tidak independen, menjadi alat politik praktis, berperan menjadi alat salah satu partai politik, terutama partai politik yang berkuasa.
Sekilas memang pernyataan tersebut terlihat meyakinkan, terlebih disampaikan oleh salah satu tokoh agama yang juga berpolitik, namun kebenaran atas kalimat-kalimat tersebut perlu mendapat verifikasi melalui sejumlah bukti. Jika tidak, hanyalah musang berbulu domba dengan indikasi agenda yang sedang coba dimainkan oleh para tokoh-tokoh Papua untuk melindungi sang gubernur petahana. Salah satunya melalui penggiringan opini publik.
Isu Politisasi dan Kriminalisasi Jadi Kedok Upaya Selamatkan Lukas Enembe
Kasus korupsi merupakan extraornidary crime atau kejahatan luar biasa. Munculnya sejumlah narasi dari para pendukung Lukas Enembe bahwa terdapat kriminalisasi oleh lawan politiknya untuk tahun 2024 menjadi modus penolakan terhadap kasus tersebut. Belajar dari sosok Barnabas Suebu, John Ibo, dan Eltinus Omaleng, Lukas Enembe harusnya bersikap gentle man. Mereka menjadi tersangka KPK namun berjiwa besar untuk menerima proses tersebut. Jika dirinya dan pendukungnya merasa tidak bersalah agar dibuktikan di hadapan hukum bukan malah memprovokasi massa untuk melindungi kejahatannya. Lukas Enembe selama ini plesiran keluar negeri tidak pernah mengajak pendukungnya tetapi saat terkena masalah dan sakit kemudian memakai pendukungnya sebagai tameng untuk melindungi dirinya.
Para pendukung Lukas Enembe juga seyogyanya tidak memakai nama Koalisi Rakyat Papua (KRP) karena tidak mewakili seluruh rakyat Papua. KRP seharusnya memakai jargon Koalisi Pendukung Lukas Enembe karena mereka hanya sebagian kelompok kecil. Pada saat aksi tanggal 20 September 2022 hanya segelintir orang yang hadir, disebut jumlah massa 4000 padahal faktanya 1000 orang, sungguh sangat naif padahal pihak Lukas Enembe telah menyalurkan dana yang besar untuk aksi tersebut.
Terbongkarnya Aktivitas Judi Gubernur Papua
Jika asal-usul uang yang disebut gratifikasi masih menjadi perdebatan para pihak terkait, lain halnya dengan aktivitas judi sang gubernur yang temuan bukti-bukti semakin terungkap. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengungkap dugaan perjudian Lukas Enembe. Menurutnya, sang gubernur memiliki sejumlah tempat langganan untuk bermain judi di luar negeri diantaranya Malaysia, Singapura dan Filipina. Boyamin juga memiliki catatan aktivitas orang-orang di lingkaran Lukas Enembe beserta manifest pesawat pribadi dari Jakarta ke Jayapura. Aktivitas yang tak wajar tersebut membuka kotak pandora aktivitas Lukas, yang belakangan diklaim tengah mengalami sakit keras.
Lukas Enembe Lakukan Penyalahgunaan Dana PON XX
Selain kasus yang sedang dijalani, Lukas Enembe ternyata memiliki masalah dalam penyelenggaran PON XX tahun 2021 lalu. Jika kita melihat komposisi Koalisi Rakyat Papua (KRP), terdapat fakta bahwa sebgaian besar komposisi organisasi masuk dalam para penikmat dana PON. Lihat DPD KNPI Papua pimpinan Benyamin Gurik yang dulunya adalah DPD KNPI Papua pimpinan Albertho G Wanimbo yang notabene anggotanya adalah Benyamin Gurik, Otniel Deda, Panji Agung Mangkunegoro, dan dibantu oleh senior mereka yaitu Frangklin Wahey serta beberapa anggota lainnya, apalagi mereka memiliki senior seperti Lukas Enembe dan Yunus Wonda yang merupakan pimpinan dalam struktur kepengurusan tertinggi PON XX. Perekrutan relawan PON XX yang dilakukan DPD KNPI Papua bahkan dananya sempat di bagi-bagi oleh Otniel Deda, dan Benyamin Gurik sehingga perekrutan relawan PON XX tidak maksimal, bahkan beberapa eks pendemo rasis tahun 2019 mengatakan bahwa otniel deda dan benyamin gurik sudah membawa uang mereka dan waktu terjadi kekacauan di Kota Jayapura akibat aksi rasisme justru mereka bersembunyi. Hal ini juga sempat disampaikan oleh salah seorang aktivis HAM yang menemui Viktor Yeimo di dalam tahanan Mako Brimob. Menurut aktivis HAM tersebut Viktor Yeimo sempat sampaikan jangan percaya yang namanya Benyamin Gurik dan Otniel Deda, mereka hanya bawa uang demo dan lari, kami yang menjadi korban sampai di tangkap aparat Polri dan TNI.
KRP di bentuk untuk menutupi Korupsi dan penyalagunaan dana PON XX, mereka tidak mau Lukas Enembe ditangkap KPK sebab jika sampai Lukas Enembe ditangkap KPK maka semua akan terbongkar termasuk penyalahgunaan dana PON XX. Ada satu orang mama Papua sempat mengatakan bahwa ,”kamu yang makan uang korupsi dan uang PON XX trus kenapa bawa nama kami seluruh rakyat papua, cukup kamu bahwa nama pendukung Lukas Enembe atau para masyarakat pendukung Lukas, kenapa sekarang kamu takut sampai harus marah-marah dan salahkan KPK, waktu makan enak, tinggal di hotel selama berbulan-bulan, jalan-jalan keluar Papua dan keluar negeri kami ada ingat torang kah,”.Sekarang saatnya rakyat Papua bertindak untuk mendukung KPK dan aparat keamanan untuk memberantas Korupsi di Papua.
Kasus Lukas Enembe Murni Penegakan Hukum
Merespon sejumlah tuduhan akan adanya kepentingan politik dalam penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka, Menko Polhukam kembali menegaskan bahwa langkah KPK menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe murni penegakan hukum, tidak ada kaitannya dengan politik. Selain itu, aspirasi masyarakat Papua ingin Lukas Enembe diproses hukum. Menurut Mahfud, selama ini pemerintah pusat telah memberikan banyak pendanaan untuk wilayah Papua. Namun, besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat tersebut tidak dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, hukum harus ditegakkan. Pemerintah pusat telah menggelontorkan sekitar Rp 1.000,7 triliun untuk dana otonomi khusus (Otsus) Papua sejak 2001 hingga saat ini, setengah dari jumlah itu atau sekitar Rp 500 triliun dikucurkan selama era kepemimpinan Lukas Enembe. Namun, dana otsus itu tidak menjadi apa-apa. Rakyat Papua tetap miskin, sementara para pejabat hidup foya-foya. Maka dari itu, Mahfud mengungkapkan kekecewaannya karena dana otsus yang seharusnya dapat menyejahterakan rakyat Papua justru diselewengkan dan dikorupsi.
Senada dengan hal tersebut, Ketua DPD KNPI Papua Barat Samy Djunire Saiba, menilai bahwa proses hukum yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe hendaknya disikapi secara arif dan bijaksana. KNPI Papua Barat pada posisi menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada pemerintah pusat, dalam hal ini penegak hukum untuk menjalankan perintah undang-undang secara utuh. DPD KNPI Papua Barat mengharapkan agar persoalan di Papua tidak diperkeruh dengan melibatkan Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw. Jika ada bahasa yang kemudian mempolitisir bahwa persoalan Papua juga melibatkan Paulus Waterpauw, maka DPD KNPI Papua Barat secara langsung menyatakan hal tersebut keliru.
Sementara itu, Tokoh Agama Papua Ismail Asso mengajak masyarakat mengajak masyarakat mendukung agar Gubernur Papua Lukas Enembe diproses hukum oleh KPK. Berharap Lukas bersikap kooperatif aparat penegak hukum dan segera menyerahkan diri. Apalagi jika merasa tidak bersalah.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)