Ilustrasi ASN di Papua

zona-damai.com – Sebuah pemberitaan datang dari pernyataan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay sebagai kuasa hukum honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer se-provinsi Papua dan Dewan Pimpinan Wilayah Aliansi Honorer Nasional Papua. Mereka mengajukan 4 poin perihal pengangkatan honorer Papua sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).  Pertama, meminta kepada Presiden RI untuk segera memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) dan Menteri Dalam Negeri untuk tidak mengirimkan PNS atau ASN dari luar provinsi di Papua untuk dijadikan PNS atau ASN di provinsi maupun kabupaten dan kota di seluruh tanah Papua, sebelum persoalen honorer diselesaikan. Kedua, LBH Papua meminta presiden segera perintahkan Menpan RB untuk realisasikan pengangkatan 20 ribu tenaga honorer menjadi PNS atau ASN di Papua.

Kemudian Ketiga, kepada Menpan-RB untuk segera memerintahkan kepala daerah provinsi, kabupaten, kota di Tanah Papua untuk mengangkat seluruh honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, Pemerintah Provinsi Papua Selatan, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya beserta Pemerintah Kabupaten dan Kota di dalamnya menjadi PNS atau ASN. Keempat, meminta Kepala Daerah Provinsi Papua, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya segera mengangkat seluruh Honorer menjadi PNS atau ASN di wilayahnya masing-masing.

Emanuel Gobay lantas mendasarkan poin-poin ajuan tersebut pada perintah konstitusi bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (d), UUD 1945 maka seluruh Honorer diseluruh wilayah Papua memiliki hak untuk diangkat menjadi PNS atau ASN dan sesuai dengan perintah ketentuan HAM terkait Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan sebagaimana diatur pada Pasal 43 ayat (3), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM maka seluruh honorer di seluruh wilayah Papua yang telah mengabdi selama beberapa tahun dalam pemerintah berhak diangkat jabatannya menjadi PNS atau ASN dalam lingkungan pemerintahan tempatnya bekerja.

Meski tergolong sebuah protes dan tuntutan, namun penyampaian dari Emanuel Gobay masih mampu diserap dan diterima secara bijak oleh pihak yang dituju dalam hal ini adalah pemerintah. Sayangnya, dalam proses tersebut kemudian muncul sejumlah akun yang bersifat provokatif turut merespon pemberitaan tersebut. Akun Twitter @Lupasaya7 mengunggah cuitan dengan opini provokatif bahwa Mendagri diisukan akan datangkan ribuan ASN dari luar Papua, sudah diduga sejak awal hal tersebut memang politik pendudukan warga penjajah, bukan untuk orang Papua. Cuitan tersebut kemudian diretweet oleh puluhan akun, salah satunya akun @gembala_koteka yang kerap bersikap oposisi dengan pemerintah.

Penyampaian Menpan-RB Terkait Upaya Keberpihakan Terhadap ASN Papua

Sebelumnya, Menpan-RB secara tegas telah menyampaikan bahwa pemerintah pusat akan mengafirmasi orang Papua dalam seleksi CPNS. Hal tersebut disampaikan saat bincang bersama ASN Provinsi Papua di Jayapura pada Jumat 19 Mei 2023. Hal tersebut disebut sebagai perhatian besar dari Presiden Jokowi kepada orang Papua. Dijelaskannya bahwa ASN menjadi engine dari birokrasi. Pelayanan dan birokrasi merupakan hal yang berkesinambungan dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima. Untuk mewujudkan birokrasi yang semakin baik tersebut, Kemenpan-RB saat ini terus menggaungkan reformasi birokrasi berdampak sesuai arahan Presiden Joko Widodo. ASN sebagai pasukan terdepan juga harus siap beradaptasi dan bekerja lincah untuk dapat memenuhi ekspektasi publik.

Dirinya menegaskan bahwa penerimaan 20 ribu ASN di Provinsi DOB Papua akan diutamakan 80% OAP. Hal tersebut berdasarkan perintah dan amanat dari Presiden Jokowi untuk memprioritaskan OAP dalam perekrutan ASN sebagai bentuk afirmasi bagi Papua. Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih segar melihat kebijakan Presiden Jokowi sebagai bentuk afirmasi kepada orang Papua dengan memberikan data kepada Menpan RB soal orang Asli Papua. Pasalnya, yang baru diusulkan kepada Kemenpan-RB dari pemerintah daerah di Papua baru 8.000 sementara yang dibutuhkan itu 20.000 ASN, dan untuk memenuhi hal tersebut harus menunggu dari sekda dan dari teman-teman di Papua untuk mengusulkan, jadi presiden sangat memperhatikan Papua, sehingga sangat tidak mungkin dan tidak benar kalau ada mobilisasi ASN dari daerah Jawa ke Papua. Hal tersebut sekaligus menjawab pernyataan dari Emanuel Gobay sebagaimana diberitakan suarapapua.com berjudul: LBH Papua: Stop Datangkan PNS dari Luar Tanah Papua!, dalam artikel tersebut menyatakan agar pemerintah tak datangkan PNS dari luar Papua.

Jika merujuk pada hasil keputusan antara Komisi II DPR dan pemerintah pada pertengahan tahun lalu. Telah terdapat kesepakatan adanya bentuk afirmasi untuk penerimaan ASN di daerah otonomi baru (DOB) Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. Kebijakan tersebut kemudian masuk dalam salah satu UU tentang pembentukan provinsi. Dalam rapat kerja tersebut, salah satu RUU yang dijadikan contoh pembahasan terkait penerimaan ASN adalah RUU Provinsi Papua Selatan. Raker tersebut menyepakati satu pasal tersendiri yang memasukkan ayat pertama dimana ketentuan mengenai peraturan di Provinsi Papua Selatan diatur dengan peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dengan ketentuan khusus sebagai bentuk afirmasi. Selanjutnya pada ayat dua, untuk pertama kalinya pengisian ASN di Provinsi Papua Selatan dilakukan penerimaan CPNS OAP yang berusia paling tinggi 48 tahun. Kemudian pegawai honorer OAP yang terdaftar kategori II di Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjadi CPNS yang berusia paling tinggi 50 tahun, yakni Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward O.S. Hiariej menyatakan bahwa UU Otonomi khusus Papua dengan turunan UU pemekaran provinsi sebagai sesuai lex spesialis sistematis. Ketika nantinya mencantumkan dalam UU ini untuk pertama kalinya 50 tahun, dengan demikian ketentuan lainnya menjadi tidak berlaku.

DPRD Kawal Pengangkatan ASN Jalur Afirmasi

Berkaitan dengan hal tersebut, anggota DPRD Kabupaten Jayapura, Konstan Daimoi mengapresiasi kerja pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura, dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang telah berupaya mengisi kuota pengangkatan ASN melalui jalur afirmasi atau khusus di kabupaten Jayapura, dimana saat ini dari kuota 1.000 yang disiapkan telah terdapat 820 orang tenaga kontrak (K2) yang datanya sudah sampai ke Kemenpan-RB untuk ditetapkan. Sebagai wakil rakyat dirinya akan melakukan pengawasan terhadap pengangkatan ASN formasi jalur khusus ini. Terutama bagaimana proses pengangkatan ASN formasi khusus ini dipercepat, karena sudah cukup lama masyarakat atau tenaga kontrak ini menunggu. Dirinya juga meminta pemerintah, supaya dalam proses pengangkatan terhadap ASN di Kabupaten Jayapura memperhatikan hak kesulungan yang telah diakui melalui UU otonomi khusus. Artinya penempatan ASN harus didominasi oleh Orang Asli Papua.

Mewaspadai Provokasi Pihak Oposisi yang Tak Sejalan dengan Kebijakan Pemerintah

Bukan kali ini saja, adanya nyinyir dari sejumlah pihak yang masih tak sejalan dengan kebijakan pemerintah menghiasi timeline di media sosial. Satu hal yang perlu diketahui dan menjadi penegasan bahwa sederetan pihak provokatif tersebut sedari awal kebijakan DOB akan diterapkan telah menolak dengan sejumlah alasan yang tak masuk akal. Lebih dari itu, setiap kebijakan pemerintah bahkan tak didukung oleh orang-orang ini. Bagi mereka, pelepasan Papua dari Indonesia adalah misi yang terus diupayakan. Perubahan demi perubahan yang menuju ke arah lebih maju dan sejahtera bagi Papua, termasuk realisasi kebijakan DOB seperti tak dihiraukan. Lepas dari sebuah negara bukan mutlak menjadi sebuah jalan baru yang kemudian dianggap lebih baik dari sebelumnya. Wilayah Timor-Timur menjadi kasus yang bisa menjadi contoh bagi para penolak kebijakan pemerintah tersebut. Puluhan tahun merdeka namun tak bisa seperti yang mereka harapkan saat memutuskan untuk berpisah saat itu.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)