Konflik separatisme di Papua terus menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Data pada tahun 2022 mencatat angka mencemaskan, dengan 53 korban jiwa yang termasuk warga sipil dan aparat TNI-Polri, menjadi korban aksi kejam kelompok separatis. Serangan ini merambah wilayah-wilayah seperti pegunungan bintang, menimbulkan ketidakamanan dan kekhawatiran yang meluas. Bahkan petugas medis, yang diharapkan mendapatkan perlindungan khusus, tidak terhindar dari serangan kelompok separatis. Kejadian tragis di Puskesmas distrik Kiwirok pada September 2021 lalu menjadi salah satu bukti kekejaman yang mengguncang.

Salah satu masalah yang mencuat adalah penyebutan kelompok ini. Apakah mereka harus disebut sebagai “Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)” atau “Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua”? Perbedaan dalam istilah ini memiliki implikasi besar dalam menentukan pendekatan penanganannya.

Namun, penting untuk diingat bahwa KST Papua bukanlah sekadar kelompok kriminal biasa. Mereka memiliki tujuan yang jelas, yaitu memisahkan diri dari Indonesia. Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah eksis sejak tahun 1965 dan secara terang-terangan menginginkan referendum untuk kemerdekaan dari Indonesia. Mereka bahkan memiliki simbol-simbol negara, lambang, pemerintahan, dan militer mereka sendiri. Oleh karena itu, menggunakan istilah KST Papua lebih akurat dan memahami sifat gerakan separatisme ini dengan lebih baik.

Menghadapi KST Papua bukan hanya masalah ketegasan aparat keamanan semata. Diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat Papua untuk mencapai stabilitas dan keamanan yang berkelanjutan di wilayah ini. Upaya diplomatik perlu ditingkatkan untuk memperkuat posisi Papua di forum internasional. Pendampingan yang cermat dalam penggunaan dana Otsus juga penting agar pembangunan dapat lebih tepat sasaran. Penyelesaian tuduhan pelanggaran HAM harus berjalan sesuai dengan proses hukum yang adil dan menghormati adat Papua. Semua langkah ini bersama-sama dapat membantu menciptakan situasi yang lebih aman dan kondusif bagi masyarakat Papua, sambil tetap menghormati hak-hak asasi mereka.