Dalam Webinar Kedaulatan Siber Indonesia yang diadakan oleh Kluster Riset Perdamaian, Konflik, dan Ekstremisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, dijelaskan oleh Kaprodi Kajian Terorisme Universitas Indonesia M. Syauqillah bahwa dalam era teknologi yang terus berkembang pesat, Indonesia telah menyaksikan perubahan dramatis dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan ini mencakup sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu perubahan paling signifikan adalah peralihan dari aktivitas konvensional ke dunia siber atau cyberspace. Ruang siber, yang tercipta secara elektronik, telah menjadi tempat ekspresi perilaku manusia dan interaksi antar individu melalui teknologi.

Namun, dengan semakin meluasnya aktivitas di ruang siber, keamanan siber menjadi semakin rentan. Ancaman yang datang dalam bentuk perang dagang digital, serangan siber terhadap situs-situs penting, kebocoran data, serta keberadaan platform media sosial yang dominan dari luar negeri adalah masalah yang perlu diperhatikan. Ancaman ini meliputi cyber war, cyber spionase, cyber terrorism, penyebaran pornografi, dan perdagangan ilegal.

Kaprodi Kajian Terorisme Universitas Indonesia, M. Syauqillah, menyoroti pentingnya kedaulatan digital (Digital Sovereignty) sebagai prioritas negara dalam menghadapi tantangan ini. Digital Sovereignty adalah kemampuan suatu negara untuk mengontrol dan mengatur akses serta transaksi atas data digital yang berada di wilayahnya. Namun, Indonesia belum sepenuhnya mencapai kedaulatan digital tersebut karena beberapa alasan.

Pertama, infrastruktur digital di Indonesia masih belum memadai. Ketergantungan pada platform yang diproduksi oleh negara lain juga tinggi. Selain itu, hak privasi penduduk tidak sepenuhnya berada di tangan Indonesia. Kesepakatan internasional terkait autonomous weapon systems juga belum tercapai, dan nilai proteksi siber Indonesia masih rendah.

Dalam rangka mencapai kedaulatan siber, ada tiga aktor yang terlibat secara aktif di ruang siber, yaitu negara, warga negara, dan komunitas internasional. Tantangan terbesar dalam mencapai kedaulatan siber adalah perbedaan perspektif dan kepentingan antara aktor-aktor ini.

Perkembangan dunia digital di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Lebih dari 67% penduduk menggunakan telepon genggam, dan lebih dari 86% telah terhubung ke internet. Indonesia bahkan menduduki peringkat ke-4 di dunia dalam hal jumlah pengguna internet terbesar, dengan lebih dari 167 juta pengguna media sosial, 79.5% di antaranya berusia di atas 18 tahun. Perdagangan e-commerce di Indonesia juga mengalami peningkatan pesat, mencapai triliunan rupiah.

Ancaman terhadap kedaulatan siber Indonesia juga datang dari luar negeri. Contohnya adalah kasusStarlink yang menimbulkan kontroversi terkait pemutusan layanan di Ukraina. Hal ini menunjukkan bagaimana kepentingan bisnis bisa memengaruhi geopolitik dan keamanan negara. Selain itu, adanya keterkaitan antara Starlink dengan militer Amerika Serikat menciptakan kekhawatiran terkait penggunaan teknologi ini sebagai alat militer.

Ancaman terhadap kedaulatan siber juga terkait dengan disintegrasi Papua dari Indonesia. Jika Starlinkmemberikan layanan internet langsung kepada masyarakat Papua, maka hal ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan akses gerakan separatis di wilayah tersebut, mengkoordinasikan serangan, dan bahkan memungkinkan penyelundupan perangkat Starlink ke Papua.

Dalam konteks pemilu 2024, antisipasi serangan siber menjadi sangat penting. Ancaman serangan siber terhadap proses pemilu telah terjadi sebelumnya, seperti serangan DDoS terhadap situs KPU pada Pemilu 2014. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu mencatat bahwa telah ada ribuan laporan terkait serangan siber, termasuk pencurian data dan penyebaran informasi palsu.

Selain itu, terorisme siber juga merupakan ancaman nyata. Kelompok teroris telah memanfaatkan ruang digital untuk menyebarkan propaganda dan melakukan pendanaan terorisme melalui media sosial. Pemerintah harus memiliki regulasi khusus yang mengatur tindakan terorisme siber dan melakukan koordinasi lintas sektoral untuk mencegahnya.

Untuk melindungi kedaulatan siber Indonesia, beberapa rekomendasi inovatif dapat dipertimbangkan. Diperlukan landasan hukum yang kuat, seperti RUU Ketahanan Siber, serta pembentukan Komisi Siber Nasional untuk mengawasi dan mengendalikan infrastruktur siber di Indonesia. Melibatkan para ahli siber, blogger, dan praktisi teknologi digital dalam upaya menghadapi ancaman siber juga penting.

Kedaulatan siber adalah hal yang sangat penting dalam menghadapi tantangan di era digital ini. Indonesia harus bekerja keras untuk memastikan bahwa negara ini dapat mengendalikan dan melindungi data digital serta infrastruktur sibernya agar tetap aman dan berdaulat.