Berita soal calon presiden, wakil presiden, dan kontestasi menjelang Pemilu 2024 mulai hangat. Diperkirakan akan semakin riuh setelah masa pendaftaran Capres di KPPU pada November mendatang.

Ketua Presidium Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) Septiaji Eko Nugroho mengingatkan kabar hoaks bisa kembali ramai beredar di media sosial, seperti Pemilu 2019 silam.

“Menjelang pemilu biasanya berita hoaks menyebar 6 kali lebih cepat daripada sebelumnya,” ucap Septiaji dalam Ngobrol @Tempo bertajuk “Hoax Pemilu Bikin Halu. Anak Muda Wajib Tahu” di Gedung Tempo, Selasa, 30 Mei 2023.

Di waktu normal, berdasarkan laporan Mafindo selama periode Januari-Maret 2021, terdapat 2.602 konten hoaks yang beredar. Artinya, diperlukan kewaspadaan dan antisipasi tinggi terhadap peningkatan hingga 6 kali lipat jelang Pemilu 2024.

Kementerian Komunikasi dan Informatika berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi telah berupaya menangani persebaran hoaks, termasuk menggandeng Mafindo melalui Kelas Digital Kebal Hoaks.

Certified Profesional Coach & Communication Practitioner, Dea Rizkita menambahkan, masyarakat juga harus mengembangkan sikap mengontrol diri. “Belajar deh dari pengalaman Pemilu 2019 yang mengakibatkan perpecahan di masyarakat karena terpengaruh kabar hoaks. Jadi, kontrol diri merupakan modal penting untuk menanggapi berbagai berita yang ada.”

Menurut Dea, masyarakat Indonesia semakin pintar dan bisa belajar dari pengalaman masa lalu. Maka, gunakan insting saat bermedia sosial. Insting dapat membantu dalam mencirikan kabar hoaks yang biasanya memiliki judul sensasional dan penuh kontroversi.

Cermat memilah berita, Dea melanjutkan, dapat juga digunakan dalam memilih calon pemimpin di pemilu mendatang. Sebagai contoh, seseorang ketika memilih pasangan pasti sangat hati-hati dengan meneliti lebih dalam. Demikian juga, perlu teliti dalam memilih pemimpin negara ini. “Jangan males, jangan mager deh untuk verifikasi,” kata dia.

Menutup perbincangan, Septiaji memberikan resep jitu agar tak mudah termakan hoaks, yakni resep PGG singkatan dari Pintar, Guyub, dan Guyon. “Pintar artinya cerdas memilih sumber informasi dan pintar melakukan cross-check,” ucapnya.

Sedangkan Guyub berarti menjaga kerukunan. Menurut dia, hoaks rentan terjadi di tengah lingkungan yang renggang. “Terakhir yakni Guyon artinya kita harus memperbanyak bercanda agar suasana lebih cair.”

Kiat-kiat menangkal hoaks ini menjadi salah satu fokus KemenKominfo. Pasalnya, literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah. Di satu sisi, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dibanding tahun sebelumnya. Walau demikian, berdasarkan survei, indeks literasi digital bangsa ini masih di angka 3,49 dari skala 5.

“Artinya masih di kategori sedang, belum mencapai kategori baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan.

Karena itu, kolaborasi dengan Mafindo, media, dan setiap elemen masyarakat terus dijalin oleh KemenKominfo. “Meningkatnya pengguna internet harus kita akui membawa serta berbagai risiko seperti penipuan online hoaks dan konten-konten negatif lainnya. Oleh karena itu peningkatan penggunaan teknologi ini perlu dibangun dengan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif bijak dan tepat guna,” kata Semuel.