Proses peradilan kepada Rizieq Shihab (RS) masih berjalan atas tiga pelanggaran yang disangkakan.

Pertama adalah kasus di Petamburan, dimana RS ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan acara Maulid Nabi dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat (14/11/ 2020).

Kedua adalah kasus kerumunan Megamendung.

Ketiga adalah kasus Test Swab di RS UMMI, Bogor, Jawa Barat. Manajemen RS Ummi dilaporkan Satgas Covid-19 Kota Bogor karena menghalangi upaya Satgas melakukan test swab terhadap RS yang dirawat di rumah sakit tersebut. Kemudian, polisi meningkatkan status kasus tersebut dari tahap penyelidikan ke penyidikan karena ditemukan adanya dugaan tindak pidana. Menurut polisi, ditemukan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Atas proses peradilan RS tersebut, para pendukung dan simpatisannya merasa tidak puas dan membuat opini dan informasi seolah RS menjadi korban kezaliman, diskriminasi, kriminalisasi dll. Bagi masyarakat yang belum faham duduk permasalahannya, dikhawatirkan dapat terpengaruh dengan opini dan informasi tersebut.

Direktur The Centre for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR), Muhammad Makmun Rasyid mengimbau masyarakat agar percayakan proses peradilan RS kepada penegak hukum yang sah. Makmun meminta kepada masyarakat, terlebih para pendukung RS mempersilahkan mengawal peradilan tersebut, namun jangan sampai menimbulkan provokasi yang menyebabkan kegaduhan lain.

Di samping itu, ia juga tidak setuju dengan segala aksi dalam bentuk apapun, baik dilakukan individu maupun organisasi untuk merendahkan martabat dan marwah aparat penegak hukum seperti kepolisian.

“CICSR mendukung segala upaya penegakan hukum yang dilakukan institusi kepolisian terhadap penanganan kasus RS. Kami percaya bahwa lembaga keamanan negara akan bertindak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya pada Rabu (14/4/2021) saat menjadi saksi dalam perkara tes swab RS di RS Ummi, Bogor mengungkapkan, alasan Satgas Penanganan Covid-19 memproses hukum RS agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak.

“Kemudian, ketika dilakukan langkah hukum itu atas kesepakatan satgas dan agar semua jelas jadi pembelajaran semua. Kalau semua jelas sesuai aturan, kan enggak masalah yang penting ada kejelasan proses di situ,” kata Bima Arya usai menjadi saksi persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (14/4/2021).
Bima menegaskan, dia perlu mengambil langkah antisipatif karena menyangkut masalah kesehatan masyarakat Kota Bogor terkait penanganan wabah Covid-19 di wilayahnya.

“Jadi, apa yang saya lakukan itu tidak ada kaitannya dengan faktor politik, tidak ada faktor lain. Murni melindungi warga Bogor agar tidak terpapar. Jauh lah dari tekanan unsur politik. Betul-betul untuk kesehatan,”.

Bima Arya yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor mengatakan, dalam persidangan sebelumnya, pihaknya telah melakukan berbagai langkah antisipatif terkait perkara tes usap Rizieq Shihab di RS Ummi.

Namun, koordinasi yang dilakukan dengan pihak RS Ummi sebagai rumah sakit rujukan Covid-19, tempat RS dirawat, tidak melaporkan hasil pemeriksaan tes swab antigen dan PCR seperti yang telah dijanjikan.

Dalam kesaksiannya di persidangan, Bima Arya juga menyebutkan RS UMMI menghalangi tugas Satgas terkait tes swab RS. Menurutnya, tidak perlu ada sidang jika RS UMMI kooperatif. Selain itu, RS sendiri disebutkan enggan memberikan hasil tes swab nya.

Kini proses peradilan RS masih berjalan, biarlah pengadilan yang menentukan vonis salah atau tidak salahnya. (*)