Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mendukung pelabelan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai kelompok teroris. “Istilah teroris lebih tepat daripada KKB,” kata Abdul. Beliau menilai kegiatan KKB selama ini meresahkan masyarakat Papua. Terlebih lagi, KKB memiliki tujuan ingin mendirikan negara sendiri dan memisahkan diri dari NKRI.

“Sesuai UU Terorisme, apa yang dilakukan KKB sudah dapat dikategorikan sebagai terorisme,” kata dia. Dia mengatakan dengan pelabelan itu, maka teroris tidak lagi dipersepsikan hanya terkait agama tertentu. “Penyebutan KKB sebagai teroris juga menunjukkan bahwa teroris dan terorisme tidak hanya terkait dengan agama tertentu, seperti yang selama ini dipersepsikan oleh masyarakat,” kata Abdul.

Senada, Ketua PBNU Marsudi Suhud turut mendukung apabila KKB Papua dikategorikan sebagai teroris maupun pemberontak. Sebab, kelompok tersebut pada tujuan akhirnya sama-sama ingin melawan dan menjadi musuh negara. “Mau sebutannya apa saja, apa teroris, apa pemberontak, atau yang terkait itu, semua itu namanya musuh negara. Ketika disebut pemberontak atau teroris ya tidak lain judulnya itu adalah musuh negara,” kata Marsudi.

Marsudi lantas mempertanyakan upaya negara melawan dan meredam kelompok KKB Papua bila sudah dilabeli sebagai teroris. Menurutnya, selama ini negara memiliki dua cara pendekatan yang sempat dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya.Pertama, Marsudi mengatakan Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid kerap menggunakan cara humanisme atau dialog untuk meredam kelompok kekerasan di Papua saat menjabat.

Sementara cara kedua, yakni penyelesaian melalui pendekatan kekerasan yang kerap dilakukan di bawah rezim Orde Baru.”Sekarang kan, KKB muncul terus. Tetap bawa bedil juga. Mau sebutannya apa tinggal bagaimana upayakan cara penanganannya? Ini cara penyelesaiannya bisa pakai Soeharto pakai kekerasan atau Gus Dur pakai humanisme, atau yang lain,” kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, telah memberikan label teroris kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Menurut Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Eddy Hartono, ada beberapa pertimbangan mengapa KKB di ‘Bumi Cenderawasih’ dilabeli teroris.

Di antaranya meningkatnya eskalasi kekerasan pascapenembakan terhadap Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Binda) Papua Mayjen Anumerta I Gusti Danny Karya Nugraha. Ketika KKB telah dilabeli terorisme, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat digunakan. Sebab, KKB biasanya dijatuhi hukum secara individu di pengadilan Nabire, Biak, dan Manokwari, dengan hanya dijerat pasal 104, 106, 107, 160, 170, 187, serta 340 KUHP.

KUHP tidak dapat menjerat KKB yang terorganisir. Kejahatan korporasi hanya dapat dijerat dengan UU No.32/2009 tentang Lingkungan Hidup, UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No.5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. “Keputusan tersebut telah melewati berbagai kajian yang cukup panjang dan berhati-hati,” ujar Eddy. Pelabelan teroris terhadap KKB, juga memungkinkan penggunaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. (*)