Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta hakim untuk memeberikan hukuman kepada Rizieq Shihab selama 2 tahun penjara dikurangi masa kurungan sementara atas perkara nomor 221, kerumunan di Petamburan. Rizieq dianggap telah melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menyatakan Rizieq Syihab terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan pelanggaran Undang-Undang Kekarantinaan,” ujar jaksa saat sidang Senin (17/5).

Selanjutnya untuk perkara 226 kerumunan di Megamendung, jaksa menuntut 10 bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara. Berdasarkan pertimbangan memberatkan, karena pernah dihukum dua kali pada tahun 2003 dan 2008. Selain itu, Rizieq juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam percepatan pencegahan Covid-19. Selain itu pelarangan kekarantinaan, Jaksa juga mengatakan bahwa Rizieq telah melanggar Keputusan Bupati Nomor 443 1479/Kpts/Per-UU/2020 tanggal 27 Oktober 2020 tentang Perpanjangan Kelima Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pra Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.

Sementara itu, peneliti Makara Strategik Insight, Iwan Freddy, SH.,M.Si, mengatakan bahwa penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab perlu dilakukan. Hal ini untuk menunjukkan supremasi hukum dan menjaga wibawa lembaga penegak hukum di negeri ini. Urgensi dari penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab adalah untuk menjaga stabilitas keamanan komunitas sehingga ketertiban masyarakat dapat diperoleh.

“Penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab perlu dilanjutkan hingga tuntas. Hal ini guna menjaga supremasi dan wibawa hukum dan lembaga penegak hukum di negeri ini. Penegakan hukum bermakna pemerintah tidak absen didalam menjaga keamanan komunitas sehingga ketertiban masyarakat tercapai”, ujar Iwan.