Sebanyak 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaa (TWK) ‘kontroversial’, tetap dibebas tugaskan. Sebab, sesuai hasil rapat paripurna KPK pada (5/5/2021) bahwa tugas dari pegawai KPK yang tidak lolos TWK diberikan kepada pimpinannya.

“Pimpinannya yang mengatur tentang tugas-tugas tersebut termasuk penanganan perkara sehingga kami pastikan tidak ada perkara yang berhenti,” ucap Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/5/2021).

Terkait kinerja KPK, Firli menyatakan tidak pernah ada perkara yang terlambat, karena sistem di KPK sudah berjalan dan yang bekerja bukan perorangan, tetapi semua pegawai KPK untuk memberantas korupsi secara bersama-sama.

KPK terus fokus bekerja di tengah kontroversi TWK. Adanya polemik SK pembebasan tugas 75 pegawai KPK, Firli Bahuri memastikan tidak akan mempengaruhi kinerja KPK, karena seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan di KPK masih terus berjalan.

Salahsatu prestasi KPK terkini adalah mengungkap adanya pemborosan Rp581 miliar di Kementerian Sosial.

Hal itu disampaikan Menteri Sosial, Tri Rismaharini yang menyebut KPK menemukan potensi inefisiensi anggaran sebesar Rp581 miliar di kementeriannya. Inefisiensi ini ditemukan pada anggaran yang digunakan untuk program pemutakhiran Data Terpadu Kesejahateraan Sosial (DTKS).

“Temuan KPK, inefisiensi ini untuk anggaran program pemutakhiran 2021 sebesar Rp581 miliar,” kata Risma saat menjelaskan paparan temuan KPK pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (24/5/2021).

Risma menjelaskan inefisiensi terjadi karena rata-rata anggaran yang dikeluarkan Kemensos untuk kegiatan tersebut Rp30.218 per data. Itu jauh lebih besar dari yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk program sama pada 2020 lalu. Pasalnya, pemda hanya mengeluarkan hampir setengah, yaitu Rp16.272 per data.

“Rata-rata anggaran verifikasi dan validasi per rumah tangga yang akan dikeluarkan Kemensos pada 2021 ternyata jauh lebih besar dari rata-rata anggaran pendataan, verifikasi, dan validasi yang dikeluarkan Pemda untuk pemutakhiran data kesejahteraan sosial 2020,” katanya.

Risma menyebut pemutakhiran DTKS serempak di tahun ini akan dilakukan di bawah Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos dengan pendekatan sentralistis. Namun, data per Juli 2020 menunjukkan kalau mayoritas daerah sudah melakukan pemutakhiran DTKS.

Sebanyak 406 Pemda memfinalisasi data dengan 331 Pemda melakukan verifikasi dan validasi kepada lebih dari 10 persen jumlah DTKSnya. Sedangkan 63 pemda tidak melakukan permutakhiran per Juli 2020 dan 48 Pemda belum pernah melakukan update sama sekali sejak 2015.

Berdasarkan temuan KPK itu, disebutkan terjadi potensi pemborosan anggaran karena ketidaksinkronan regulasi dalam mendata, memverifikasi, dan validasi DTKS. Pasalnya, pemutakhiran data DTKS tidak satu kali saja tetapii di lapangan keluarga yang sama bisa dimutakhirkan sampai 3-4 kali.

Menanggapi temuan KPK itu, Risma mengatakan akan berkomunikasi rutin dan mengikuti rekomendasi KPK. (*)