KPK telah menerima hasil Tes Wawasan Kebangsaan dari Badan Kepegawaian Negara bertempat di gedung Kemenpan-RB, pada hari selasa (27/4). Hasil tes TWK tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

PP ditandatangani Jokowi pada 24 Juli dan diundangkan pada 27 Juli 2020 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. Dalam PP ini disebutkan bahwa ruang lingkup pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN meliputi pegawai tetap dan tidak tetap.

Pimpinan KPK kemudian memasukkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai salah satu metode penilaian dalam rangkaian alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hasilnya pun menuai polemik dan beragam reaksi dari seluruh elemen masyarakat.

Hal itu dipicu oleh informasi tidak lulusnya 75 pegawai sebagai ASN dalam indikator uji penilaian tersebut. Dari ke-75 pegawai yang tidak lolos TWK tersebut, 51 orang dipastikan diberhentikan pada 1 November 2021, sementara 24 lainnya masih punya kesempatan menjadi ASN.

Ini merupakan hasil rapat koordinasi lembaga antirasuah bersama BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Kementerian Hukum dan HAM, juga Lembaga Andministrasi Negara (LAN).

Menyikapi polemik tersebut, Deirektur eksekutif Lentera Research Institute (LRI), DR (cand) David Chaniago, mengatakan bahwa Tes Wawasan Kebangsaan dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN sudah lazim, karena sesuai dengan undang-undang serta tidak melanggar HAM.

TWK merupakan hal yang biasa dilalui oleh setiap warga negara yang berkeinginan untuk menjadi ASN, hal ini guna melihat nilai dan karakter kebangsaan serta kebhinnekaan dari calon aparatur negara tersebut. Sebagai pelayan negara, wajar jka pemerintah melakukan assessement terhadap CPNS/ASN, baik capabilities maupun valuesnya.

“TWK alih status pegawai KPK menjadi ASN saya kira merupakan suatu hal yang lazim. Sebab didalam tes CPNS manapun tes tersebut biasanya diikutsertakan. Hal terebut tidak melanggar UU dan HAM karena pemerintah perlu melakukan assessmen baik capabilities maupun values dari calon ASN”, ujar David Chaniago.