Salah satu fenomena strategic dan global yang terjadi pada saat ini adalah konektivitas 5G. Fenomena tersebut ternyata ikut memunculkan tantangan baru dibidang sosial budaya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, kemudahan komunikasi melalui konektivitas 5G bisa saja dimanfaatkan untuk menyebarkan ideologi transnasional radikal. Hal tersebut disampaikan beliau dalam sambutan peringatan Hari Lahir Pancasila, Selasa (1/6).

“Ketika konektivitas 5G melanda dunia maka interaksi antardunia juga semakin mudah dan cepat. Kemudahan ini bisa digunakan oleh ideolog transnasional radikal untuk merambah ke semua pelosok Indonesia ke seluruh kalangan dan keseluruh usia tidak mengenal lokasi dan waktu,” ujar Presiden Jokowi

Lebih lanjut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa penyebaran paham radikal yang semakin cepat perlu diimbangi dengan penanaman nilai-nilai Pancasila yang juga perlu digencarkan. Caranya pun juga dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi. Ideologi Pancasila, menurutnya, perlu terus dipupuk kepada generasi muda untuk menggerus penyebaran ideologi transnasional radikal.

Menyikapi hal tersebut, peneliti Lesperssi, Jim Peterson, mengatakan bahwa perkembangan Lingstra Eksternal Indonesia, baik politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi, telah membawa efek residu berbentuk perubahan bentuk ancaman bangsa. Media propaganda paham-paham yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa sudah bermetamorfosis kedalam bentuk cyber propaganda.

Lebih lanjut dirinya menambahkan bahwa beberapa ormas ditanah air sudah mempunyai divisi cyber army tersendiri yang berfungsi menyebarkan pesan-pesan tertentu guna kepentingan politiknya. Pemerintah perlu mewaspadai potensi penyebaran paham radikal dan khilafah oleh ormas-ormas terlarang yang sebelumnya telah terbukti melanggar hukum, seperti eks ormas HTI dan FPI. Jangan sampai ormas-ormas terlarang tersebut menggunkan metode cyber propaganda sebagai bentuk dari metode asymetrik guna cyber radikalisme.

“Beberapa ormas sudah mempunyai divisi cyber army tersendiri guna menyebarkan pesan-pesan tertentu untuk kepentingan politiknya. Pemerintah perlu mewaspadai potensi penyebaran paham radikal dan khilafah oleh ormas terlarang yang sebelumnya telah terbukti melanggar hukum, seperti eks ormas HTI dan FPI. Jangan sampai ormas-ormas terlarang tersebut menggunkan cyber propaganda sebagai bentuk dari metode asymetrik guna cyber radikalisme”, ujar Jim.