Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU KPK. MK tidak sepenuhnya menolak gugatan materiel yang diajukan terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, akan tetapi untuk gugatan formil, hakim konstitusi menolak secara keseluruhan.

Poin yang kemudian paling banyak disorot ialah pendapat MK bahwa Pasal 12B dan Pasal 37B ayat (1) huruf b UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat. Pasal 12B itu memuat ketentuan penyadapan harus dilakukan setelah izin tertulis Dewan pengawas (Dewas) KPK. Adapun Pasal 37B ayat (1) huruf b ialah soal tugas Dewas KPK terkait izin penyadapan, penggeledahan, serta penyitaan.

MK mencabut kewenangan Dewas KPK memberikan izin tertulis kepada lembaga antikorupsi terkait dengan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Setelah putusan yang bersifat final dan mengikat ini, pimpinan KPK cukup hanya memberitahukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan itu kepada Dewas KPK.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Lentera Research Institute (LRI), David Chaniago, mengatakan bahwa keputusan MK tersebut merupakan suatu langkah yang positif bagi penguatan KPK. Diharapkan dengan adanya keputusan tersebut rantai birokrasi didalam memerangi korupsi semakin efisien dan hasil yang didapat menjadi efektif.

“Keputusan MK tersebut merupakan suatu langkah yang positif bagi penguatan KPK. Diharapkan dengan adanya keputusan tersebut rantai birokrasi didalam memerangi korupsi semakin efisien dan hasil yang didapat menjadi efektif”, ujar David Chaniago.