Jakarta – Kritik adalah masukan, nasihat dan aspirasi yang konstruktif. Sebaiknya kritik tidak berdasarkan kebencian, menghasut apalagi mencaci maki secara personal bukan aspek subtansial. Indonesia dengan demokrasi Pancasila memiliki landasan mengenai kebebasan berpendapat.

“Perbedaan pendapat wajar dan biasa disampaikan. Kalau selisih paham, ya kita bisa selesaikan dengan bermufakat dan bermusyawarah. Intinya dalam demokrasi menyampaikan pendapat harus dijadikan dasar dalam berkomunikasi,” ujar pengamat komunikasi politik Hendri Satrio dalam keterangannya, Selasa (16/2).

Selain itu, tutur Hendri, dalam berkomunikasi terutama memberikan kritik, semua pihak harus bisa menjaga emosi. Ini harus dihindari agar pesan komunikasi bisa tersampaikan sehingga tidak berimbas negatif di masyarakat.

Terkait kritik kelompok atau perorangan ke pemerintah, menurut Hendri, pemerintah harus membuka ruang dialog kepada rakyat yang menyampaikan pendapat dengan kritik tajam.

“Pertama, pemerintah harus mempelajari bahasa rakyat dalam menyampaikan kritik. Kadang bahasa berbeda, kesantunan berbeda, dan etikanya berbeda antara rakyat dengan pemerintah,” kata founder lembaga survei KedaiKOPI ini.

Kedua, lanjut Hendri, pemerintah sebaiknya lebih banyak mendengarkan. Karena dengan mendengarkan pemerintah akan lebih mengerti kondisi masyarkaat yang sebenarnya.

“Apapun hasilnya, apapun keadaannya, pemerintah itu pasti lebih bijaksana dibandingkan rakyat. Oleh karena itu yang harus lebih banyak mengerti dan bersabar adalah pemerintah,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Hendri, kritik harus disampaikan dengan baik. Lebih penting lagi, jangan melakukan kritik yang berbau SARA, terutama agama.

“Selalu junjung tinggi asas saling menghormati antar-sesama dan kedepankan Persatuan Indonesia,” tukas dosen komunikasi politik Universitas Paramadina ini.

Ia yakin bila musyawarah dan mufakat itu dilakukan maka komunikasi yang terjadi dalam demokrasi adalah saling menghormati. “Itu sangat elok dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa dan negara,” tandasnya. (*)