Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menegaskan bahwa apa yang diatur dalam draf tersebut yang menghapus hak elektoral untuk memilih maupun dipilih bagi eks anggota HTI telah sesuai dengan konstitusi dan sifatnya normatif.

Menurut dia, siapa saja yang tidak mengakui ideologi dasar negara yakni Pancasila, tidak memiliki hak untuk dipilih sebagai perwakilan legislatif ataupun eksekutif.

Senada, Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan meminta pemerintah untuk mewaspadai pergerakan-pergerakan partai politik (parpol) yang berpotensi menjadi inang baru bagi kelompok-kelompok radikal yang telah dilarang.

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah ada dua organisasi yang telah dilarang berkegiatan, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Ken mengatakan, meskipun sudah secara legal formal dua organisasi tersebut dilarang, namun anggota dan simpatisannya diduga akan terus melakukan aktivitas.

“Orang dengan paham radikal yang sebelumnya bergabung dengan HTI dan FPI membutuhkan inang atau naungan. Hal ini diperlukan karena mereka perlu media untuk tetap eksis sambil melakukan propaganda untuk mencapai tujuan ideologinya,” pungkasnya.