Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pancasila dan Bahasa Indonesia. Untuk menguatkan hal itu, Nadiem pun akan segera mengajukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

“Kami kembali menegaskan bahwa Pancasila dan Bahasa Indonesia akan tetap diwajibkan dalam kurikulum,” ujar Nadiem dalam keterangan pers tertulisnya. Nadiem menjelaskan, PP SNP disusun dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurutnya, revisi PP SNP dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terkait substansi kurikulum wajib.

Pengajuan revisi PP SNP ini merujuk pada sejumlah aturan, yaitu pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang SPN, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Nadiem lantas menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada segenap masyarakat atas perhatiannya terhadap persoalan kurikulum wajib dalam Sistem Pendidikan Nasional ini.

“Kami juga memohon restu agar proses terkait revisi PP Nomor 57 tahun 2021 bisa berjalan dengan lancar dan segera selesai,” imbuhnya. Pernyataan Mendikbud Nadiem ini menjawab keresahan publik berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 57/2021 tentang SNP yang ditandatangani pada 30 Maret 2021 lalu. Dalam PP itu, Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak lagi menjadi kurikulum wajib dalam pendidikan tinggi. Hal ini bertentangan dengan UU 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi itu sendiri.

Sehubungan dengan terbitnya PP Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Kemendikbud menegaskan Pancasila dan Bahasa Indonesia memang selalu dan akan tetap diwajibkan dalam kurikulum.

Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi meneken PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Alasan peraturan itu dibuat, yakni guna memenuhi kebutuhan standar nasional dalam pendidikan di Indonesia, maka diperlukan untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan. Bunyi peraturan itu menjelaskan, bahwa standar nasional pada pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat pada jalur pendidikan formal, nonformal, hingga informal. Jalur pendidikan formal terdiri dari pendidikan anak usia dini formal, dasar, menengah, dan tinggi.

Dalam peta jalan pendidikan 2020-2035, Kemendikbud juga menyebut agama dan pancasila tak dihilangkan. “Karena di peta itu tercantum tujuan membangun profil Pelajar Pancasila sebagai sumber daya manusia (SDM) unggul,” ucap Hendarman. Hendarman mengatakan, pengembangan SDM unggul harus bersifat holistik dan tidak terfokus kepada kemampuan kognitif saja.

Selain kompetensi abad 21, Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 dirancang agar ekosistem pendidikan mampu menghasilkan anak-anak Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.

“Agama esensial bagi kita dan bangsa Indonesia. Jadi kami refleksikan di profil Pelajar Pancasila. Kemendikbud tidak pernah berencana menghilangkan pelajaran agama. Pelajaran agama tetap ada,” ucapnya. (*)