Semenjak tahun 2015 hingga 2017, Rizieq Shihab telah dilaporkan ke pihak lembaga penegak hukum sebanyak tujuh kali. Ada dua kasus yang dihentikan penyidikannya dengan keluarnya surat penghentian penyidikan (SP3) Sementara itu, 5 kasus lainnya berkaitan dengan Rizieq dengan posisinya sebagai terlapor. Berikut rincian kasus Rizieq yang masih belum diketahui kelanjutan penyelidikannya.

Pertama, kasus dugaan pelecehan terhadap budaya Sunda yakni mengganti salam “sampurasun” menjadi “campur racun”. Kedua, kasus dugaan penguasaan tanah ilegal di daerah Megamendung, Bogor; Ketiga, kasus dugaan penghinaan terhadap agama kristen yang dilaporkan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI); Keempat, kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian dan penghinaan agama atas ceramah Rizieq di Pondok Kelapa, Jakarta Timur; Kelima, ceramah Rizieq Shihab soal pecahan uang rupiah Rp 100.000 yang disebut mirip lambang palu arit. Kasus tersebut dilaporkan Jaringan Intelektual Muda Anti Fitnah (JIMAF) ke Polda Metro Jaya pada 8 Januari 2017.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan kasus yang menjerat Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab bukan kriminalisasi ulama.
Menurut Mahfud, keduanya harus menjalani proses hukum karena diduga melakukan tindak pidana yang telah diatur Undang-undang.

“Mereka yang dihukum itu karena tindak pidana, bukan karena ulama. Masa melakukan kejahatan tidak dihukum?,” kata Mahfud

Lebih lanjut, Mahfud menyatakan Rizieq menjadi tersangka dan ditahan bukan atas alasan politik, melainkan karena pelanggaran tindak pidana umum berupa dugaan perbuatan menghasut orang lain untuk berkerumun di tengah situasi pandemi Covid-19.

“Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia. Sebab, selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama-lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia,” ujar Mahfud.