Presiden Jokowi melantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi pada Rabu (28/4/2021). Pengangkatan ini dilakukan usai perubahan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi.

Sebelumnya, pembentukan Kementerian Investasi telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui rapat paripurna yang dipimpin langsung oleh Wakil DPR Sufmi Dasco pada Jumat (9/4/2021).

Selain menyetujui pembentukan kementerian investasi, DPR RI juga merestui penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Keputusan itu diambil setelah DPR menerima Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian. Surat itu kemudian dibahas dalam rapat konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis (8/4/2021).

Bahlil dipercaya menangani investasi di Indonesia sejak 23 Oktober 2019 lalu sebagai Kepala BKPM. Dibawah kepemimpinannya, capaian investasi terbilang cukup gemilang. Sepanjang 2020, realisasi investasi mencapai Rp826,3 triliun. Angka itu mencapai 101,1% dari target investasi tahun ini sebesar Rp817,2 triliun.

Sedangkan, realisasi investasi pada kuartal I 2021 sebesar Rp219,7 triliun, atau sekitar 25,66% dari target investasi tahun ini sebesar Rp856 triliun.

Angka itu tumbuh 2,3% secara kuartalan dibandingkan kuartal IV 2020 dan tumbuh 4,3% secara tahunan dari kuartal I 2020. Rinciannya, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp108 triliun atau 49,2% dari total investasi dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp111,7 triliun atau 50,8% dari total.

Realisasi PMDN minus 4,2% secara tahunan bila dibandingkan kuartal I 2020, namun tumbuh 4,2% secara kuartalan dari kuartal IV 2020. Sementara, realisasi PMA naik 14% secara tahunan dan naik 0,6 persen secara kuartalan.

Kementerian Investasi membidangi kerja pada bagian investasi nasional, baik dalam skala makro maupun mikro. Kementerian Investasi ditujukan untuk meningkatkan ekonomi nasional lebih efektif dan memperkuat kinerja pemulihan ekonomi. (*)