Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi), Stanislaus Riyanta mengatakan proses pengalihan status pegawai KPK RI menjadi ASN merupakan sebuah amanat dari UU No.19/2019, PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dan Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

“Dalam pelaksaannnya KPK bekerjasama dengan BKN RI telah berhasil melakukan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai dengan hasil sebanyak 75 orang pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat dan 2 orang tidak hadir pada tahap wawancara,” kata Stanislaus Riyanta di Jakarta, (8/5/2021).

Terkait perdebatan proses TWK yang oleh sebagian kalangan dianggap sengaja untuk “mengeluarkan” orang tertentu, dibantah oleh Stanislaus Riyanta. Dia mengatakan, hal itu tidak bermasalah dan sah saja diterapkan oleh KPK.

“Seleksi atau tes, apalagi untuk menjadi ASN adalah hal yang wajar bahkan wajib, dan hasilnya sekitar 6% yang tidak lolos. Namanya sebuat test tentu ada yang hasilnya memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Yang tidak wajar adalah jika lebih banyak yang tidak memenuhi syarat. Bisa jadi instrument testnya yang kurang tepat,” kata Stanislaus.

Menurut Stanislaus, berdasarkan penjelasan KPK bahwa TWK menggunakan multi metode dan multi asesor (tertulis dan wawancara), kerjasama BKN dengan Dinas Psikologi AD, BNPT, BAIS dan Pusintelad.

“Lembaga yang menyelenggarakan TWK tersebut sudah teruji untuk melakukan test/seleksi. Tidak perlu lagi meragukan hasil TWK calon ASN KPK, tidak perlu menjadi perdebatan,” tutup Stanislaus Riyanta.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono menilai proses pelaksanaan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN sudah berada di jalan yang bnar.

“Secara prinsip sudah on the right track” kata Karyono (11/5/2021).

Menurut Karyono, dari aspek regulasi, proses pelaksanaan asesmen TWK sudah sesuai amanat UU No.19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30/2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, serta Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Karyono juga mengingatkan, berdasarkan ketentuan itu, setidaknya ada tiga hal penting yang jadi persyaratan pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Pertama, Setia dan Taat pada Pancasila, UUD RI Tahun 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah.

Kedua, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan.

Ketiga, memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Mengenai aturan pelaksanaan tata cara alih status pegawai KPK, hal itu telah diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, maka dilaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.

“Jadi, pelaksanaan TWK pegawai KPK sudah memiliki alas hukum yang kuat dan karena ini perintah UU maka wajib dilaksanakan”, kata Karyono.

Menurut Karyono, berdasarkan keterangan resmi BKN pada 8 Mei 2021, TWK yang dilakukan bagi pegawai KPK berbeda dengan yang diterapkan CPNS. CPNS adalah entry level, sehingga soal-soal TWK yang diberikan berupa pertanyaan terhadap pemahaman akan wawasan kebangsaan.

Sedangkan TWK bagi pegawai KPK ini dilakukan terhadap mereka yang sudah menduduki jabatan senior (Deputi, Direktur/Kepala Biro, Kepala Bagian, Penyidik Utama, dll) sehingga diperlukan jenis tes yang berbeda, yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses berbangsa dan bernegara.

“Ini yang perlu dipahami publik,” ujar Karyono.

Selain itu, untuk menjaga independensi, pelaksanaan asesmen TWK telah digunakan metode Assessment Center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor. Yaitu

Multi-metode (penggunaan lebih dari satu alat ukur).
Dalam asesmen ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur yaitu tes tertulis Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas, penilaiaan rekam jejak (profiling) dan wawancara.

Sedangkan metode Multi-Asesor yang digunakan dalam asesmen ini tidak hanya melibatkan satu unsur BKN saja, tetapi melibatkan asesor dari instansi lain seperti Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS dan Pusat Intelijen TNI AD.

Lebih lanjut, Karyono menilai arah asesmen ini sudah diarahkan untuk menjaga objektivitas hasil penilaian dan mencegah adanya intervensi.

“Metode yang digunakan dalam pelaksanaan asesmen TWK pegawai KPK beralih menjadi ASN sudah tepat jika dilihat dari metodenya. Unsur yang terlibat dalam proses asesmen juga kredibel. Tidak diragukan rekam jejaknya”.

Terkait anggapan ada unsur kesengajaan menjegal orang tertentu, Karyono menduga persepsi itu terbangun karena dipengaruhi sentimen politis. Dia menganggap hal itu merupakan ekpresi kebebasan berpendapat yang wajar dalam negara demokrasi.

Sebelumnya, viral di Media Sosial sebuah tagline yang menuduh pemerintah telah melemahkan KPK. Hal itu mulai ramai setelah mereka meragukan status pegawai KPK menjadi ASN.

Sampai saat ini, peralihan status pegawai tersebut masih hangat diperbincangkan. Terjadi perdebatan dimana-mana, termasuk munculnya isu pelemahan KPK RI. (*)