Polemik seputar SK terkait penonaktifan 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN, hingga kini masih ramai dibicarakan. Salah satu poin penting dalam SK tersebut adalah 75 pegawai yang tidak lolos TWK diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasannya.

Banyak pihak tidak sepakat dengan keputusan pimpinan KPK. Indonesian Corruption Watch (ICW) bahkan menilai penerbitan SK tersebut sebagai salah satu upaya pimpinan KPK untuk menghentikan penanganan perkara besar.

Terkait hal tersebut, Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji menganggap penerbitan Surat Keputusan (SK) pimpinan KPK terhadap 75 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah hal wajar.

“Polemik dan isu sebagai sesuatu yang wajar saja, juga tentang keputusan KPK terkait (pegawai) KPK. Sebaiknya pendapat lebih dikemukakan dengan sisi basis objektif dan menghindari subjektivitas yang emosional,” kata Indriyanto Seno Adji, Rabu (12/5/2021).

Menurut Indriyanto, keputusan terkait pelepastugasan 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK adalah kolektif kolegial. Keputusan itu bukan bersumber dari individual Firli Bahuri.

“Bahkan Dewas termasuk saya turut serta hadir dan paham pada rapat tersebut, walau selanjutnya substansi keputusan menjadi domain pimpinan kolektif kolegial KPK,” katanya.

Lebih lanjut Indriyanto mengatakan bahwa keputusan KPK tentang penyerahan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung itu haruslah diartikan secara hukum yang terbatas dan memiliki kekuatan mengikat. Keputusan itu ditujukan kepada pegawai yang memegang jabatan struktural.

“Dan keputusan pimpinan KPK masih dalam batas-batas kewenangan terikat yang dimiliki pimpinan KPK. Ini prosedur hukum yang wajar/layak yang juga sama ditempuh oleh kementerian atau lembaga lainnya, demikian juga halnya dengan KPK,” katanya (*)