Penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) membuat Ketua KPK, Firli Bahuri, disorot. Sebab Firli yang menandatangani SK penonaktifan tersebut. Tak hanya itu, keputusan penonaktifan pegawai tak lulus TWK disebut-sebut atas kehendak Firli. Begitu pula masuknya aturan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN diduga merupakan inisiatif Firli.

Firli pun menampik keputusan mengenai nasib pegawai KPK yang lulus dan tak lulus TWK berada di tangannya. Menurut Firli, keputusan tersebut merupakan hasil rapat paripurna KPK pada Rabu (5/5/2021). Rapat itu dihadiri seluruh pimpinan KPK, Dewan Pengawas, serta pejabat struktural KPK sampai eselon II.

“Rapat paripurna KPK yang dihadiri 5 pimpinan KPK, 5 anggota Dewas dan Ketua Dewas beserta segenap eselon I deputi sekjen, eselon II direktur dan kepala biro yang kita laksanakan pada 5 Mei 2021. Kita membahas bagaimana yang memenuhi syarat terkait TWK untuk jadi ASN, dan bagaimana pula dengan yang tidak memenuhi syarat dari TWK. Jadi clear, tidak ada yang ditutup-tutupi, semua ada,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/5/2021).

Firli Bahuri menjelaskan rangkaian asesmen pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN akan menambah kuat komitmen dan integritas setiap individu di KPK. Ia membantah peralihan tersebut sebagai sarana mengusir insan KPK, apalagi ada kepentingan pribadi maupun kelompok di balik proses tersebut.

Firli juga menegaskan sampai saat ini KPK tetap independen dalam melaksanakan tugas tanpa pengaruh kekuatan apapun dan tetap semangat, tidak pernah lemah dan tidak akan pernah bisa dilemahkan oleh seseorang, kelompok, ataupun kekuatan.

KPK meyakini segenap pegawai KPK akan terus menjaga amanah rakyat untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan dan pemberantasan korupsi di manapun tindak pidana korupsi terjadi.

Alih Status Pegawai KPK menjadi ASN sesuai Aturan

Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan amanat dari UU No.19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 1 Ayat (6) UU No. 19/2019 menyebut bahwa pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

Dalam Pasal 69C UU KPK disebutkan bahwa pada saat UU ini mulai berlaku (17 September 2019) pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak UU ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.41 Tahun 2020 yang mengatur tentang pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN.

Disebut dalam Pasal 2 ruang lingkup pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN meliputi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

Adapun Pasal 4 dijelaskan bahwa pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:

Pertama, melakukan penyesuaian jabatan pada KPK saat ini menjadi jabatan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK saat ini, memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki, melakukan pelaksanaan pengalihan pegawai KPK sebagaimana dimaksud Pasal 2 menjadi PNS atau PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan melakukan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, pelaksanaan pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN memperhatikan struktur organisasi dan tata kerja KPK.

Proses alih status juga berdasarkan Peraturan Komisi (Perkom) No.1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Dalam Pasal 2 ruang lingkup pengalihan meliputi pegawai tetap dalam rumpun jabatan struktural, pegawai tetap dalam rumpun jabatan spesialis dan jabatan administrasi, dan pegawai tidak tetap.

Selanjutnya, Pasal 5 menyebutkan:
Pertama, pegawai KPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang masih melaksanakan tugas dapat beralih menjadi PNS.

Kedua, pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilaksanakan dengan syarat bersedia menjadi PNS, setia dan taat pada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan, memiliki integritas dan moralitas yang baik, memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan abatan, dan memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan.

Ketiga, syarat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) Huruf a sampai dengan Huruf d dituangkan dalam surat pernyataan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan komisi ini.

Keempat, selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), untuk memenuhi syarat Ayat (2) Huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.

Kelima, pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) Huruf e dan Huruf f ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal.

Keenam, Pegawai KPK yang tidak bersedia menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) Huruf a dapat beralih menjadi PPPK dengan jabatan yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, dijelaskan dalam Pasal 23 Perkom tersebut bahwa pertama, pegawai KPK diberhentikan sebagai ASN karena meninggal dunia, tidak lagi memenuhi syarat sebagai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dan permintaan sendiri secara tertulis. Kedua, tata cara pemberhentian pegawai KPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)