Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando yang juga pendiri Civil Society Watch (CSW) mengatakan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI mestinya bisa menyampaikan kritik yang substantif terhadap pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal ini disampaikan Ade terkait dengan penobatan King Of Lip Service terhadap Jokowi yang diberikan BEM UI. Ade menilai, isi kritik yang disampaikan BEM UI tersebut tidak substantif dan tak bermutu, bahkan tidak mencirikan kualitas BEM UI.

“Bo, ya isinya yang benar dong. Jangan ngaco. Yang penting kan substansinya harus menunjukkan kualitas BEM. BEM UI lagi ya, isinya kan aneh-aneh tuh,” kata Ade.

Ade menyebut wajar jika sebuah organisasi atau seseorang menyampaikan kritik. Apalagi Indonesia adalah negara demokratis yang memang melegalkan hal tersebut.

Begitu pun dengan kritik dari BEM UI. Kata Ade, jika memang BEM UI menganggap presiden tidak bisa kerja dengan baik, wajar untuk menyampaikan kritik.

Hanya saja kata dia, kritik itu tak bisa asal. Harus substantif dan berdasarkan pada apa yang memang terjadi selama ini. Dia menyebut soal kritikan yang disampaikan BEM UI terhadap Jokowi ini tidak substantif.

“Misal dia bilang UU ITE. Kan pemerintah berusaha mencoba revisi UU ITE sebetulnya dalam rangka cegah jangan sampai UU ITE memakan korban. Karena sering UU ITE digunakan untuk kriminalisasi orang yang mengkritik atau beda pendapat,” kata Ade.

Namun apa yang disampaikan BEM UI justru bertolak belakang dengan Ade. Kata mereka UU tersebut direvisi menjadi bentuk yang represif. Tak berbeda dengan kritikan terkait UU Cipta Kerja.

Ade pun menegaskan kembali imbauan bahwa masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi jika menganggap aturan pemerintah tidak layak diterapkan.

“Terus kan mereka lakukan itu dan kemudian MK sidang, bukan berarti Jokowi ingkar janji. Itu kan cuma soal bahwa dalam secara konstitusional kalau anda tidak setuju bisa ajukan ke MK,” kata Ade.

Begitu pun dengan aksi demonstrasi pada 1 Mei lalu. Kata Ade, pembubaran dilakukan bukan karena Jokowi tak ingin didemo tapi lebih kepada pencegahan di tengah pandemi covid-19.

“Demo tidak patuh prokes. Masa lagi-lagi Jokowi dianggap ingkar janji. Itu kan maksud saya enggak mutu. Karena itu saya kritik. Jangan gitu,” kata dia.

Dia mengaku tak pernah mempermasalahkan gaya kritik yang disampaikan. Hanya saja jika memang BEM UI ingin mengkritik, sampaikan kritik dengan jelas dan substansif.

“Ya kalau kritik engak apa-apa, dengan cara keras engak apa-apa, yang enggak boleh kalau kritik tidak substantif. Saya tidak risau dengan cara, yang masalah itu apa yang dikritik,” katanya. (*)