Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes bersama Kemen BUMN, Kemenko Marinvest, Kemenag, BPOM, MUI, dan Biofarma bertemu beberapa produsen yang sudah selesai melakukan uji klinis fase 3 dan telah digunakan di negaranya. Tujuannya untuk mencari keamanan dan kehalalan bagi penduduk Indonesia. Ada 4 produsen vaksin yang tengah menjalin kerja sama aktif dengan Indonesia yakni Sinovac, Sinopharm, CanSino dan AstraZeneca.

Hal tersebut menjadi sebuah komitmen besar Indonesia dalam memastikan keamanan vaksin COVID-19 yang akan dipergunakannya nanti. Adapun kepastian mengenai waktu ketersediaan vaksin COVID-19 dari beberapa kerja sama Indonesia dengan produsen vaksin itu bergantung pada Emergency Use Authorization yang dikeluarkan oleh BPOM serta rekomendasi kehalalan dari MUI dan Kemenag.

Keterlibatan MUI
MUI telah dilibatkan dalam persiapan penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia termasuk Vaksin Merah Putih. Pihaknya menilai langkah tersebut merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memastikan sejak awal bahwa vaksin COVID-19 terjamin kehalalannya. Pihak MUI menyebutkan setidaknya ada 3 hal penting yang harus diperhatikan untuk menentukan bahwa suatu produk dinyatakan halal.

Pertama ketelusuran (traceability) yakni untuk mengetahui apakah produk memakai bahan-bahan yang halal dan diproduksi dengan fasilitas yang terbebas dari kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak halal. Kedua, harus memiliki sistem jaminan halal yakni perusahaan harus memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan bahan, proses, fasilitas, dan prosedur yang memastikan bahwa produk yang di produksi terjamin kehalalannya. Kemudian yang ketiga, otentikasi yang dibuktikan dengan uji laboratorium untuk tidak ada kontaminasi maupun kepalsuan, sehingga dapat dibuktikan kehalalannya.

Disisi lain, Kementerian Kesehatan berdalih bahwa banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar Covid-19 bukan berarti vaksin Sinovac tidak efektif menangkal Virus Corona. Juru Bicara Vaksinasi dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan efikasi vaksin Sinovac di Indonesia sebesar 65,3 persen. Jumlah itu telah melampaui standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengisyaratkan vaksin covid-19 minimal harus memiliki efikasi 50 persen. “Bukan karena Sinovac tidak efektif. Tapi kita tahu orang kan masih bisa terpapar walau sudah divaksin, apalagi nakes yang setiap hari bertemu dengan pasien sehingga risiko tinggi akan keterpaparan virus,” kata dia, Kamis (8/7).

Nadia juga mengatakan kemungkinan banyaknya nakes yang mudah terpapar meski sudah divaksin lantaran munculnya ratusan mutasi virus SARS-CoV-2 yang sudah teridentifikasi di Indonesia. Bahkan mayoritas darinya merupakan ‘Variant of Concern’ atau varian yang diwaspadai WHO. Balitbangkes Kemenkes per 6 Juli 2021 mencatat sudah ada 533 kass varian covid-19 baru yang tersebar di Indonesia. Rinciannya, 51 kasus Alfa B117, 57 kasus Beta B1351, 436 kasus Delta B1617.2. Kemudian 2 kasus Iota B1526, 5 Eta B1525, dan 2 Kappa B1617.1. “Ini ada varian baru yang lebih cepat menular. Risiko tinggi nakes terhadap keterpaparan dengan virus karena risiko pekerjaan dengan jumlah pasien yang sangat banyak. Namanya di medan perang kan musuhnya banyak sekali, jadi pasti risiko tertularnya berlipat-lipat,” jelasnya.

Sementara itu, Munculnya kabar bahwa orang yang sudah divaksinasi Covid-19 masih bisa terinfeksi lagi menimbulkan pesimisme dan pertanyaan soal vaksin. Selain itu juga muncul varian-varian virus baru, utamanya varian Delta, yang menurut sejumlah penelitian menurunkan tingkat efikasi vaksin yang ada sekarang dibandingkan ketika melawan virus corona yang asli.

Meskipun fakta-fakta itu tidak terbantahkan, data juga menunjukkan realitas sangat penting bahwa negara-negara yang sudah melakukan vaksinasi bagi sebagian besar rakyatnya bisa meredam lonjakan kasus baru dan — yang paling penting — menekan angka kematian akibat Covid-19. Sampai saat ini memang belum banyak negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi dan masih didominasi oleh negara-negara Barat atau negara kaya yang relatif sedikit penduduknya.

Mereka sekarang sudah berani memulai aktivitas publik, seperti contoh paling nyata adalah perhelatan Piala Eropa yang digelar di sejumlah kota di Eropa dengan mengizinkan kehadiran puluhan ribu penonton di stadion. Piala Eropa seharusnya terselenggara tahun lalu, tetapi ditunda karena wabah Covid-19 dan baru terlaksana sekarang setelah mulai gencar dilakukan vaksinasi. (*)