TWK Menjadikan KPK Komitmen Kepada Profesionalisme, Kebangsaan dan Netralitas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK untuk alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Rabu (5/5/2021).

Konferensi pers dihadiri Ketua KPK, Firli Bahuri ditemani Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Indriyanto Seno Adji dan Sekjen KPK, Cahya Harefa.
Firli Bahuri bicara soal polemik terkait hasil tes alih status pegawai KPK menjadi ASN. Ia menyatakan tak ada niat mengusir pegawai dari KPK melalui tes itu.

Firli juga menyayangkan isu seputar tes ASN tersebut, dan mengatakan ada pihak yang mengaku memiliki info dan membocorkan hasil tes tanpa menunggu pengumuman resmi.

“Ada pihak-pihak yang telah mengambil suatu sikap dan telah menjadikan korban pihak yang mengaku memiliki informasi dan telah membocorkan informasi tanpa menunggu pengumuman resmi dari lembaga KPK yang sama-sama kita cintai,” kata Firli,.

Lebih lanjut, Firli menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memprioritaskan pegawai KPK menjadi ASN, karena banyak tenaga honorer yang belum diangkat sebagai ASN.

“KPK ingin menegaskan tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Kita sama-sama berjuang untuk memberantas korupsi, kita sama-sama lembaga sebagai penegak UU. Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial, sehingga seluruh keputusan yang diambil adalah bulat dan kita bertanggung jawab secara bersama-sama,” kata Firli.

Sementara itu Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan bahwa pelaksanaan asesmen TWK merupakan amanat UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan landasan hukum tersebut maka, syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus asesmen TWK untuk menjadi ASN adalah:

a. Setia dan Taat pada Pancasila, UUD1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah

b. Tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan

c. Memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Adapun aspek yang diukur pegawai KPK oleh BKN RI bersama instansi lainya adalah:

a. Aspek Integritas yakni konsistensi berperilaku selaras dengan nilai, norma, dan atau etika organisasi/berbangsa dan bernegara, serta bersikap jujur

b. Aspek Netralitas ASN yakni tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun

c. Anti Radikalisme yakni tidak menganut paham radikalisme negatif, memiliki toleransi, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan yang sah, dan/atau tidak memiliki prinsip konservatif atau liberalisme yang membahayakan dan yang menyebabkan disintegritas.

Adapun hasil asesmen terhadap 1.351 pegawai KPK, sebanyak 1274 orang Memenuhi Syarat (MS), 75 orang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan 2 orang tidak hadir.

Rangkaian asesmen diyakini akan menambah kuat akar komitmen dan integritas setiap individu di KPK.

Menanggapi soal alih status pegawai KPK menjadi ASN, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia, yang juga pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai alih status tersebut merupakan hal yang wajar.

“Dengan dijadikannya pegawai KPK menjadi ASN, akan membuat sistem lebih tertata,” kata Yenti Garnasih di Jakarta, Rabu (5/5/2021).

Yeni mengatakan bahwa KPK merupakan lembaga yang berdiri sendiri, mandiri, dan di bawah presiden, serta anggarannya pun dari negara. Dengan demikian, sebetulnya sistem penggajiannya diatur oleh Pemerintah.

Eks pansel lembaga antirasuah tersebut membandingkan bahwa pegawai KPK menjadi ASN, tidak ada bedanya dengan penyidik Kejaksaan Agung yang juga ASN.

“Apa bedanya penyidik KPK dan penyidik Kejaksaan Agung, kerjanya sama. Malah kerjanya lebih banyak Kejaksaan Agung,” katanya.

Yenti menilai keberadaan wadah pegawai KPK tak jelas, oleh sebab itu, akan lebih tersistem bila para pegawai menjadi ASN.

“Jadi, supaya ada suatu sistem kepegawaian yang sama, lagi pula wadah KPK juga tidak dikenal, termasuk soal posisi nomen klatur”.

Terkait dengan independensi yang dianggap akan berkurang di tubuh KPK bila para pegawai menjadi ASN, Yeni ragu akan hal tersebut. Menurutnya, meskipun para pegawai KPK menjadi ASN, tetap diberikan ruang untuk independen dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

“Saya tidak setuju ada istilah kalau jadi ASN menjadi tidak independen, sementara penyidik korupsi itu ada di kepolisian dan kejaksaan,”.

Ia berharap Ketua KPK, Firli Bahuri bisa membuktikan profesionalitas dan independensi dari konsekuensi UU KPK yang baru, termasuk para pegawai KPK akan menjadi ASN. Hal itu untuk mengembalikan kepercayaan publik. (*)