Pandemi Covid-19 membuat konstelasi politik di Indonesia berubah. Perubahan konstelasi ini membuat pola hubungan antarpartai, baik di ranah eksekutif maupun legislatif, menjadi lebih cair. Nuansa kedaruratan membuat konsensus politik untuk kepentingan penangangan Covid-19 lebih mudah. Hal ini karena dalam situasi pandemi, peran pemerintah dapat diperkuat serta munculnya rasa krisis yang dirasakan pemerintah maupun oposisi.

Krisis yang dialami bangsa ini membuat semua elemen bangsa mau tidak mau harus bersatu mengatasi pandemi yang belum juga berakhir. Kondisi demikian membuat partai-partai yang belum masuk ke dalam pemerintah mempertimbangkan untuk bergabung ke dalam koalisi pemerintah. Hal ini tentunya berpotensi menambah dukungan politik bagi pemerintahan Joko Widodo, khususnya untuk menangani pandemi Covid-19. Dari tiga partai yang belum bergabung, PAN dan Partai Demokrat menjadi dua kandidat serius untuk menjadi bagian dari pemerintahan.

Untuk itu, bagaimana konstelasi politik Indonesia di masa pandemi ini sekaligus melihat potensi dari bertambahnya dukungan politik bagi pemerintah dengan kemungkinan bergabungnya PAN dan Partai Demokrat. Dari hasil temuan penelitian sementara bahwa konstelasi politik di tengah pandemi akan membuat partai-partai yang belum bergabung dengan koalisi pemerintah, kecuali PKS, memiliki potensi tinggi untuk bergabung karena ingin membantu mengatasi pandemi secara bersama-sama.

Namun uraian diatas belum sepenuhnya dapat dikatakan benar, karena bila mengacu kepada pernyataan terakhir dari Partai Demokrat sepertinya justru sebaliknya, Demokrat tak henti-hentinya mengkritik pemerintah dengan tanpa memberikan solusinya. Karena sebelum itu, Kepala Staf Presiden, Moeldoko, mengingatkan semua pihak agar tak menjadi lalat-lalat politik yang mengganggu konsentrasi pemerintah menangani pandemi COVID-19.

Sontok Partai Demokrat (PD) mengkritik balik Moeldoko karena menggaungkan istilah lalat-lalat politik di tengah kondisi masyarakat serba sulit. “Lalat itu berkerumun di tumpukan sampah dan bangkai. Jadi, kalau benar ada lalat politik, Istana perlu introspeksi diri. Siapa yang menjadi sampah dan bangkai di lingkungan Istana, sehingga mengundang datangnya lalat politik?” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP PD Herzaky Mahendra Putra.

Sementara itu, Tensi politik nasional sedang menghangat akhir-akhir ini. Salah satunya terkait sikap politik Partai Demokrat yang mengkritik pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini. Apalagi, pandemi sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi justru sedang menggila dengan kenaikan angka kasus Covid yang melejit beberapa hari terakhir. Sampai akhirnya diambil kebijakan PPKM Darurat.

Sikap politik menuai reaksi dari pegiat media sosial, Denny Siregar. Ia menyindir sikap-sikap politik Partai Demokrat di masa memburuknya pandemi Covid-19 ini. Omongan Denny bisa dilihat di video berjudul ‘Lihat, Demokrat Menari di Atas Pandemi’ di Cokro TV. Denny menilai para kader Demokrat tidak berupaya membantu negara untuk melewati masa sulit, namun justru memanfaatkan situasi untuk menaikkan nama partai mereka.

“Dan elit politik yang paling kentara memainkan isu di tengah pandemi ini adalah Partai Demokrat,” kata Denny dalam Channel Cokro TV, Jumat 9 Juli 2021. Host Cokro TV itu menyinggung bahwa sejak pandemi gelombang pertama, Partai Demokrat lah yang terus melawan kebijakan pemerintah yang tidak melakukan lockdown.

Demokrat, kata Denny, bahkan mengarahkan kader-kadernya yang menjadi pimpinan daerah untuk melakukan lockdown menentang kebijakan pusat. Lebih jauh, Denny menyinggung beberapa nama politisi Demokrat, mulai dari Rachland Nashidik, Andi Arief, hingga Annisa Pohan. Menurut Denny, orang-orang ini hanya terus menyerang Pemerintah tanpa memberikan atau melakukan solusi yang nyata.

Yang lebih parah lagi, kata Denny, tiba-tiba Ibas Yudhoyono muncul dari dalam gua dan menyebut Republik Indonesia sebagai negara gagal karena tidak mampu selamatkan rakyatnya.

“Partai Demokrat sekarang ini memang lagi centil kayak banci tampil waktu pandemi lagi gila-gilanya sekarang ini,” kata Denny.

“Mereka memanfaatkan situasi pandemi ini bukan untuk berusaha keras bagaimana negeri ini berhasil melewati masa sulit, tetapi justru untuk menaikkan nama partainya ke permukaan supaya orang tetap ingat namanya dan tetap memilih mereka nanti waktu pemilihan,” ujarnya. (*)